Kamis, 05 Mei 2011

Minggu, 01 Mei 2011

Daftar Tim Kampanye

dapat di unduh di sini Selengkapnya...

Essai calon anggota BLM

BLM D IV AKUNTANSI
ABDUL GAFFUR A. DAMA



A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pemilihan Raya Mahasiswa STAN yang kemudian disebut dengan Pemira STAN menjadi hajat besar Keluarga Mahasiswa (KM) STAN yang dilaksanakan selain untuk menentukan Anggota Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) juga untuk menentukan Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa STAN (BEM), Ketua dan Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS) Spesialisasi sesuai dengan AD/ART KM STAN. Bermula dari hajat inilah para calon yang mengajukan diri harus berkompetisi untuk “menjual” janji atas Visi dan Misi serta Program Kerja.
Menjadi suatu kegiatan yang rutin dilakukan setiap tahunnya, Pemira STAN kemudian dapat disamakan dengan suksesi secara masal atas organisasi inti di kampus yang dikenal sebagai Kampus Plat Merah. Namun berdasarkan studi empiris, ditemukan bahwa tingkat partisipasi Mahasiswa untuk menggunakan hak suaranya sangat kecil.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba menuliskan sebuah paper atas hal tersebut dengan pembahasan-pembahasan pada lingkup akademik, kemasyarakatan, organisasi kemahasiswaan, kegiatan serta pembangunan talenta Mahasiswa STAN secara umum.

2. Permasalahan
Tingkat partisipasi mahasiswa STAN yang sangat kecil atas Pemira STAN yang menjadi titik balik atas nuansa dan warna kegiatan kemahasiswaan di Kampus STAN, Tangerang Selatan.



B. PEMBAHASAN
Pemira tahun 2010 yang lalu terdapat hal yang dapat diperdebatkan atas hasilnya, hal ini dikarenakan hanya sekitar 40% Mahasiswa STAN yang menggunakan hak suaranya. Tingkat partisipasi yang sangat rendah ini patut diberikan eskalasi dan prioritas untuk dicarikan solusinya. Dalam hal ini penulis mempunyai keterbatasan waktu dan tenaga untuk mengkaji lebih dalam, maka dari itu akan dibahas dari hal-hal umum yang dapat mempengaruhi hal tersebut:

1. Faktor Akademik
Sebagaimana kita ketahui, mahasiswa STAN adalah mahasiswa terpilih dari proses seleksi yang sangat ketat oleh Ujian Saringan Masuk (USM) STAN yang dilaksanakan serentak di seluruh penjuru tanah air. USM ini pun diklaim sebagai ujian masuk perguruan tinggi yang paling “bersih” dari unsur KKN dan telah mendapat sertifikasi ISO atas pelaksanaan pendaftarannya.

Mekanisme perkuliahan yang ketat, dimana ketidakhadiran mahasiswa pada satu mata kuliah yang melebihi dari 20% kehadiran menjadi penyebab mahasiswa tersebut dikeluarkan (Drop Out). Unsur prestasi akademik juga menjadi unsur utama dalam syarat kelulusan mahasiswa, dan kemudian disusul oleh kecurangan pada saat ujian serta hal-hal lainnya.

Tidak seperti kampus lainnya, ketika mahasiswa berprioritas untuk melakukan kegiatan mahasiswa dan organisasi, mereka dapat menunda kelulusannya. Hal inilah yang kemudian menjadikan prioritas akademik menjadi hal yang paling tinggi bagi mayoritas mahasiswa STAN.

2. Faktor Masyarakat (Sosial)
Pandangan masyarakat terhadap mahasiswa STAN adalah bahwa mereka adalah putra-putri terbaik bangsa yang berprestasi dan mempunyai “masa depan yang cerah”. Terkait atas poin sebelumnya, hal ini menjadikan mahasiswa STAN mempunyai kewajiban untuk menunjukan dan membuktikan harapan-harapan tersebut.

Dari hasil survey sederhana, mahasiswa STAN kebanyakan berasal dari kalangan masyarakat menengah kebawah, hal ini pula yang juga turut menjadi alasan untuk belajar lebih giat agar tidak “dieliminasi” dan “pulang kampung” dikarenakan drop out secara akademis.

3. Faktor Organisasi Kemahasiswaan
Mahasiswa yang juga ingin mengembangkan dan beraktualisasi diri dari kegiatan non-akademik, dapat mengikuti organisasi kemahasiswaan di Kampus STAN. Mulai dari organisasi intra kampus yang terdiri dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Badan Otonom (BO), Lembaga Keagamaan (LK), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) baik BLM Spesialisasi maupun BLM (kampus).

Untuk organisasi atau kegiatan mahasiswa yang berstatus ekstra kampus pun beragam, mulai dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Pembebasan (Gema Pembebasan), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Ikatan Mahasiswa Nahdliyin (IMM), Perhimpunan Mahasiwa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), dan lain-lain.

Dengan keikutsertaan mahasiswa pada organisasi-organisasi tersebut, dapat menambah kekayaan pengetahuannya dari segi non-akademik baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Hal ini akan berdampak positif pada mahasiswa apabila diikuti dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab tanpa mengurangi prioritas akademiknya, dan juga dapat menumbuh-kembangkan sifat kepedulian pada organisasi yang lebih general. Namun yang terjadi biasanya mahasiswa cenderung untuk memperhatikan hanya organisasinya secara sektoral tanpa memperhatikan masa depan kehidupan dinamika kehamasiswaan secara umum.

4. Lingkup Kegiatan Kemahasiswaan dan Talenta
Terkait dengan poin sebelumnya, kegiatan mahasiswa yang membangun dan mengembangkan talenta (bakat) juga menjadi pertimbangan tersendiri. Mahasiswa yang punya minat dan bakat di bidang komputer misalnya, dapat berbagi ilmu dalam bidangnya. Hal ini menjadi keuntungan tersendiri dalam dunia kerja karena sistem informasi menjadi kebutuhan dan masuk dalam rencana strategis pemerintah.

Talenta dalam bidang musik juga patut dikembangkan karena musik berdampak positif pada perkembangan otak kanan manusia. Hasil penelitian Herry Chunagi (1996) Siegel (1999), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks jalinan antarneuron itu. Itulah sebenarnya dasar adanya kemampuan matematika, logika, bahasa, musik, dan emosi pada anak.

Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dalam Goleman (1995) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, musik dapat membantu otak berfokus pada hal lain yang dipelajari. Jadi, ada hubungan logis antara musik dan matematika, karena keduanya menyangkut skala yang naik turun, yaitu ketukan dalam musik dan angka dalam matematika. Daryono Sutoyo, Guru Besar Biologi UNS Solo, melakukan penelitian (1981) tentang kontribusi musik yaitu menstimulasi otak, mengatakan bawha pendidikan kesenian penting diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) agar peserta didik sejak dini memperoleh stimulasi yang seimbang antara belahan otak kiri dan belahan otak kanannya. Bila mereka mampu menggunakan fungsi kedua belahan otaknya secara seimbang, maka apabila mereka dewasa akan menjadi manusia yang berpikir logis dan intutif, sekaligus cerdas, kreatif, jujur, dan tajam perasaannya.

Begitu juga fotografi, sinematografi, teater, seni rupa dan sebagainya. Forum diskusi dan kegiatan riset juga patut menjadi perhatian kita dikarenakan melatih secara efektif perkembangan otak kiri manusia.

Dari uji empiris dan diskusi yang telah dilakukan dengan berbagai pihak serta hipotesa awal penulis, terdapat hubungan yang kurang selaras antara keempat hal tersebut diatas. Yang pertama adalah kehidupan mahasiswa yang hanya mengedepankan prestasi akademik tanpa memperhatikan prestasi non-akademik. Tentunya mereka akan bersikap apatis atas apa yang terjadi dalam kehidupan kemahasiswaan Kampus STAN.

Permasalahan kedua adalah banyaknya pihak yang skeptis atas kebijakan-kebijakan politik kemahasiswaan di Kampus STAN yang merasa kurang sinerginya dan konsolidasi atas semua elemen kemahasiswaan terutama antara Badan Eksekutif Mahasiswa dengan elemen-elemen kemahasiswaan lainnya. Skeptisme mahasiswa, menjadi akar permasalahan yang perlu kita bahas dan uji kebenarannya lebih lanjut. Namun dikarenakan keterbatasan waktu dan tenaga penulis, studi pun dilaksanakan dengan terbatas.

Permasalahan yang ketiga adalah dimana kecenderungan kegiatan yang membangun dan mengembangkan talenta kurang begitu diprioritaskan secara keseluruhan. Namun penulis memandang bahwa kegiatan tersebut adalah kegiatan yang banyak peminatnya. Keterkaitan dengan tingkat partisipasi mahasiswa atas Pemira adalah karena kepentingan mahasiswa STAN khususnya di bidang pengembangan bakat tidak begitu diperhatikan secara keseluruhan. Maka dari itu banyak pihak yang skeptis bahwa kepentingan mereka akan diakomodir.

Pemira STAN Sebagai Pembangun Karakter
a. Kepedulian dan Partisipasi
Beranjak dari berbagai permasalahan yang dibahas pada berbagai ruang lingkup diatas, Pemira STAN yang menjadi acara tahunan hendaknya dapat menjadi piranti bagi keseluruhan mahasiswa STAN untuk dapat memilih wakil mahasiswa yang duduk di kursi legislatif dan eksekutif. Menggunakan hak suara menjadi kunci utama untuk membangun kehidupan kampus yang lebih bernuansa dan berwarna.

b. Pembangun Karakter Mahasiswa STAN
Dengan tidak menggunakan hak pilihnya, mahasiswa secara sadar dan penuh tanggung jawab menyerahkan suaranya secara tidak langsung kepada “kepasrahan” atas apapun hasil dari Pemira. Hasil Pemira (termasuk kebijakan politik kampus kedepannya) harus dapat diterima oleh semua pihak, terutama mahasiswa yang tidak menggunakan hak suaranya, Menggunakan hak suara berarti memperjuangkan arah pembangunan karakter mahasiswa STAN.

c. Titik Balik
Pemira menjadi titik balik atas wajah-wajah mahasiswa STAN kedepannya. Setiap kebijakan, agenda, serta program kerja baik itu BLM, BEM serta HMS menjadi cerminan karakter mahasiswa STAN.


Partisipasi Mahasiswa STAN atas Pemira
Atas hipotesa yang sudah dibahas sebelumnya, kali ini penulis mengajak seluruh mahasiswa STAN untuk berpartisipasi dalam Pemira. Tentunya mahasiswa STAN tidak mau kecewa atas nasib kegiatan kemahasiswaan yang ditentukan oleh 40% suara pemilih pada Pemira periode sebelumnya.

C. PENUTUP
Kesimpulan
1. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kurangnya tingkat partisipasi mahasiswa pada Pemira,
2. Ketidakpuasan mahasiswa terutama pada kebijakan politik periode sebelumnya menjadikan mahasiswa STAN tidak menggunakan hak suaranya,
3. Mahasiswa yang tidak menggunakan hak suaranya pada Pemira berarti mempasrahkan hasil Pemira,
4. Mahasiswa juga kurang mengenal calon-calon yang ditawarkan pada Pemira,
5. Mahasiswa turut serta membangun karakter kehidupan kemahasiswaan di Kampus STAN dengan menggunakan sepenuhnya hak suara melalui Pemira,

Saran
1. Mahasiswa hendaknya dapat mempertimbangkan baik dan buruknya kehidupan dan kegiatan non-akademik dan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab atas resiko-resiko bawaan yang dapat terjadi.
2. Pemira seharusnya dijadikan ajang untuk menunjukan karakter mahasiswa STAN secara keseluruhan dan diharapkan dapat menjadi cerminan atas dinamika kemahasiswaan di Kampus STAN,
3. Calon-calon pada Pemira harusnya dapat lebih mengenalkan diri secara utuh, efektif dan efisien atas kepentingan seluruh Mahasiswa STAN,
4. Dengan menggunakan hak suaranya, mahasiswa turut serta menentukan arah kehidupan dinamika kemahasiswaan pada Kampus STAN,
5. Mahasiswa harus dapat menggunakan hak suaranya kepada calon yang dirasa dapat membawa manfaat lebih kepada semua pihak berdasarkan sifat kemahasiswaan kampus yang beragam.

BLM D III AKUNTANSI
1. CHAERUNSYAH


Mahasiswa Berkarakter dengan PEMIRA

Mahasiswa. Sebuah gelar luar biasa yang tidak bisa dinikmati oleh seluruh masyarakat, terutama di negeri tercinta ini, Indonesia. Gelar itu terlalu berat.Kenapa? Karena untuk mendapatkannya saja, seseorang harus menempuh masa pendidikan yang tidak sebentar. Dia harus menempuh masa pendidikan di sekolah dasar (SD) selama 6 tahun, lalu harus dilanjutkan selama 3 tahun di sekolah menengah pertama (SMP), dan terakhir harus melanjutkan masa pendidikan formal di sekolah menengah atas (SMA) selama 3 tahun.

Selanjutnya, yang membuat gelar mahasiswa begitu berat adalah dari sekian sedikitnya masyarakat Indonesia yang mampu dan mau untuk menempuh 12 tahun masa pendidikan sebelum menjadi mahasiswa, hanya sedikit dari mereka yang mampu dan mau untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi untuk menjadi seorang mahasiswa. Di sini, penulis meminjam istilah G. Mankiw dalam bukunya Pengantar Mikroekonomi, “mampu dan mau”. Mampu berarti dia mempunyai kemampuan atau kapasitas keilmuan sehingga layak untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi, dan juga kemampuan finansial untuk mendanai seseorang melanjutkan studi di perguruan tinggi, karena kenyatannya tidak bisa dipungkiri bahwa untuk menuntut ilmu perlu biaya, walaupun ada beberapa perguruan tinggi atau sekolah yang membebaskan peserta didiknya dari biaya studi, tetap saja biaya hidup, perlengkapan pendidikan lainya pasti memerlukan biaya.

Faktor “mau” pun menjadi penentu. Ketika ada seseorang mempunyai kemampuan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi, namun dia tidak mau, maka dia tidak akan melanjutkan studinya di perguruan tinggi. Lalu kembali ke masalah mampu dan mau. Jumlah mereka dibandingkan dengan warga negara di indonesia yang sudah waktunya untuk melanjutkan kuliah sangat sedikit.

Beban selajutnya dari gelar mahasiswa adalah mereka berada di masa transisi. Suatu masa peralihan dari yang sudah mempunyai ilmu dasar di pendidikan formal yang telah mereka dapatkan selama 12 tahun, menuju suatu masa ketika mereka akan menginjakan kaki mereka di dunia nyata yang keras yang akan hanya menjadi lembut kepada orang-orang yang keras pada dirinya. Di masa transisi itu pun, mahasiswa tidak mengenal kata salah. Karena apapun yang mereka perbuat adalah belajar, belajar, dan belajar. Mereka belajar untuk hardskills mereka, namun mereka pun belajar softskills disini, di masa mereka menjadi mahasiswa. Mereka pun digelari sebagai kaum intelektual muda, karena dari mahasiswa, lahirlah cendikiawan besar. Mereka pun digelari sebagai seorang pelopor perubahan, karena rezim orde lama tumbang di tangan mahasiswa.

Begitu banyak gelar sekaligus beban yang ada di pundak mahasiswa. Begitu pula yang terjadi pada mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang akan menjadi fokus permasalahan pada tulisan ini. Dari kampus ini, lahirlah birokrat-birokrat keuangan yang akan mengelola uang negara yang sebagian besar berasal dari pajak, dan pajak itu berasal dari masyarakat.

Itulah gambaran umum dan awal dari isi tulisan ini. Sekarang setelah berbicara tentang sesuatu yang besar dan idealis, kita berbicara tentang sesuatu yang lebih realita dan sederhana. Namun sebelum membahasnya lebih jauh, penulis ingin mengajak pembaca untuk berfikir lebih terbuka bahwa setiap manusia termasuk mahasiswa, mereka mempunyai pilihan. Apapun tindakan dan sikap yang diambil adalah sebuah pilihan. Hidup sebuah pilihan. Mereka kuliah di STAN pun adalah sebuah pilihan. Mereka bersikap aktif adalah sebuah pilihan, mereka bersikap pasif pun adalah sebuah pilihan. Mereka aktif dimana, itu pun sebuah pilihan.

Maka, penulis berpendapat tidak pantas jika ada seseorang memaksakan pilihannya terhadap pilihan orang lain. kemudian, penulis menilai sangat tidak pantas jika ada seorang yang aktif menyombongkan dirinya kepada teman-temannya yang tidak aktif. Kita harus senantiasa berfikir positif, karena mungkin mereka bukan tidak aktif untuk mengikuti kegiatan kemahasiswaan, tetapi mungkin mereka lebih condong kepada kegiatan lain atau mereka lebih memilih untuk memfokuskan diri untuk mengembangkan kemampuan akademis mereka. Sebaliknya, tidak pantas bila ada seseorang yang lebih memilih untuk tidak begitu aktif dalam kegiatan mahasiswa, menyalahkan mereka atau setiap kekurangan dari hasil karya mereka yang aktif di dalam kegiatan mahasiswa, karena mungkin merea yang aktif punya alasan dan idealisme masing-masing. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa saran dan kritik yang membangun bisa dari siapa saja termasuk dari mereka yang tidak aktif.

Tetapi, tidak bisa dihindari dari realita bahwa pasti ada saja orang-orang yang kerjaannya hanya bisa menyalahkan, hanya bisa membuat onar, hanya bisa memprovokasi, membuat opini masyarakat rusak, dan ada yang bisa membuat keadaan keruh semakin keruh. Itu semua tidak bisa dihindari ataupun disalahkan, dan kita harus bijak sebijak-bijaknya untuk menghadapi masalah dan orang-orang seperti itu, karena sekali lagi itu semua adalah masalah pilihan. Semua kembali kepada pilihan masing-masing dan kita pun memilih akan menjadi mahasiswa dengan karakter seperti apa.

Berbicara tentang karakter. Karakter hanya bisa dibentuk dari interaksi antarpersonal yang terjadi setiap hari, setiap waktu. Di dalam kelas atau kuliah, karakter pun bisa dibentuk, akan tetapi hanya sedikit yang bisa terbentuk. Di dalam kelas, mungkin bisa dengan bekerja kelompok, diskusi, dan sebagainya, karakter bisa dibentuk, namun itupun terjadi dalam interaksi antarpersonal sehari-hari. Semakin sering, semakin luas, dan semakin banyak jenis orang yang berinteraksi, gesekan akan terjadi, sedangkan gesekan hanya bisa diatasi dengan bijak dengan adanya kemampuan softskills yang baik. Karakter termasuk ke dalam softskills tersebut. Sedangkan softskills dapat dikembangkan dengan interaksi.

Kemudian, karakter merupakan sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang termasuk mahasiswa dan dalam konteks ini adalah mahasiswa STAN. Dengan menjadi mahasiswa berkarakter, dia akan menjadi arif dalam bertindak, bijak dalam bersikap, tanggung jawab terhadapat amanah dan apa pun yang menjadi tanggung jawabnya, peka terhadap lingkungan, mandiri menjalani kehiudpan, berintegritas dalam bertugas, tegas dan lugas dalam berkata, jujur dan berani dalam berperan sebagaimana semestinya mahasiswa. Semua itu bisa mahasiswa asah dan dapatkan dari interaksinya sehari-hari.

Kembali kepada sesuatu yang sederhana dan nyata, di kampus STAN ini sedang berlangsung sebuah perhelatan akbar yang sesungguhnya dapat menjadi salah satu ajang mahasiswa untuk belajar, menjadi salah satu ajang mahasiswa untuk mengembangkan softskills, dan menjadi ajang mahasiswa untuk menjadi mahasiswa yang berkarakter. Perhelatan akbar itu adalah Pemilihan Raya atau lebih dikenal dengan PEMIRA.

PEMIRA merupakan sebuah acara tahunan di kampus STAN yang bukan merupakan sebuah acara yang hanya menjadi acara tanpa makna. PEMIRA dapat pula menjadi ajang kaderisasi di setiap lapisan mahasiswa. Kita akan melihat PEMIRA dari sisi panitia PEMIRA itu sendiri. Ketika open recruitment (OR) panitia, pada saat itu pula awal pembentukan karakter mahasiswa dimulai. Tentu saja demikian. Sesorang yang memutuskan diri untuk memantapkan asa dan keyakinan untuk ikut dalam kepanitiaan tersebut merupakan sebuah keputusan yang memerlukan keberanian, dan keyakinan yang mantap. Bagaimana tidak?mereka pasti tahu setiap konsekuensi yang akan mereka dapatkan ketika mereka berpeluh keringat di kepanitiaan PEMIRA seperti semakin berkurangnya waktu istirahat, waktu luang, dan waktu bermain mereka, mereka pun berkorban tenaga, pikiran, dan juga harta. Mereka juga tetap berbesar hati menerima kritikan bahkan kritikan tajam dan pedas dari mahasiswa lain dan meski sedikit yang mau menghargai kerja mereka.

Selanjutnya dari sisi mahasiswa yang mencalonkan diri untuk menjadi calon, baik calon Presma-Wapresma KM STAN, calon Ka-Waka HMS, dan calon anggota BLM. Bukan bermaksud membanggakan diri penulis sendiri sebagai seorang calon. Namun, ini merupaka sebuah realita bahwa mereka yang maju telah membuktikan bahwa mereka telah berhasil mengalahkan diri mereka sendiri. Mereka mengalahkan sikap berpangku tangan untuk menjadi sikap turun tangan terhadap perbaikan dan perubahan menuju kebaikan. Mereka pun pasti sudah mempertimbangkan setiap konsekuensi yang akan mereka hadapi dan jalani. Hambatan, benturan, tantangan, gesekan, kritikan, pujian, dan bahkan ejekan maupun cemoohan pasti akan mereka dapatkan. Namun mereka pun pasti akan mau belajar bagaimana menyikapi itu semua dengan bijak. Pada masa kampanye pun, mereka belajar, semuanya belajar, belajar untuk menjadi mahasiswa yang berkarakter.

Yang terakhir dari sisi konstituen. Penulis meminjam istilah sebuah kiriman (posting) di group facebook PEMIRA, bahwa PEMIRA adalah pestanya konstituen. Karena bagaimanpun panitia bekerja, para calon berjuang, itu semua tidak ada nilainya jika tidak ada konstituennya dan tidak lain konstituennya itu adalah KM STAN (terlepas dari pro kontra mengenai siapa saja KM STAN itu). KM STAN pasti mahasiswa STAN, tentunya mereka adalah orang-orang cerdas, karena mereka menyendang gelar mahasiswa dan juga mahasiswa STAN itu sendiri. Dengan modal kecerdasan mereka, mereka pun diuji apakah dengan kecerdasaanya itu mereka mau menjadi orang yang masa bodoh dengan siapa pemimpin mereka kedepan, mereka hanya berfikir terserah siapa saja boleh asal kegiatan yang sesuai keinginan mereka terlaksana atau menjadi mahasiswa yang kritis (bukan provokator) terhadap siapa yang akan menjadi pemimpin mereka selama satu periode masa jabatan mendatang. Konstituen dituntut turut aktif, cerdas, dan kritis dalam memilih. Secara mereka sadari maupun tidak sadari mereka pun belajar. Belajar untuk menjadi seorang mahasiswa yang berkarakter.

Sebagai penutup. Hidup adalah pilihan. Kita menjadi pelaku ataupun penonton adalah pilihan. Turut aktif atau tak acuh dalam PEMIRA adalah pilihan. Menjadi mahasiswa adalah pilihan. Menjadi mahasiswa yang berkarakter pun menjadi pilihan. Namun, yang pasti ketika menjadi seorang mahasiswa, beban bangsa ada di pundak kita. jangan sampai kita tidak amanah. Jangan sampai kita bercerai berai. Karena musuh bersama kita yaitu kebodohan dan kemiskian harus kita hadapi. Maka, selagi menyandang gelar mahasiswa, mari kita gunakan masa belajar dalam hal apa pun sebaik-baiknya. Untuk bangsa dan negara, untuk perubahan menuju perbaikan. Hidup mahasiswa!

2. MUHAMMAD MARIO R

3. NUR KHOLIFAH

4. DIENA NOVIANTI MASRURAH

Tema : Membangun Mahasiswa yang Berkarakter Melalui PEMIRA

PEMIRA, Salah Satu Jalan Membentuk Karakter Mahasiswa
Sorak sorai demokrasi telah menggaung di bagian mana pun di kampus kita. Baik dunia nyata maupun dunia maya. Dari mahasiswa jelata, panitia, hingga calon presma. Beberapa hari terakhir saya melihat berbagai spanduk telah dipasang. Wajah - wajah mahasiswa calon pemimpin mendadak terkenal, eksis kalau orang bilang, termasuk teman-teman sekelas saya yang mengomentari keikutsertaan saya dalam peristiwa akbar di kampus tercinta ini.

PEMIRA dipandang perlu. Mengingat sekumpulan manusia memang membutuhkan pemimpin untuk mengatur, mengayomi, dan diteladani. Tak terkecuali kampus, tempat berkumpulnya manusia intelek, dan sosok pemimpin merupakan kebutuhan krusial untuk menyediakan wadah intelektualitas itu sendiri.

Di luar hal itu, mahasiswa merupakan golongan masyarakat yang selalu diperhatikan pergerakannya. Untuk menjamin bahwa pergerakan ini menuju kepada hal-hal yang positif, mahasiswa harus memiliki karakter yang mencerminkan bahwa seorang mahasiswa pantas menjadi “mahasiswa”. Lha, mahasiswa yang berkarakter itu yang bagaimana?

Tergelitik saya jika harus membahas yang beginian. Mengambang. Karena persepsi karakter mahasiswa sebenarnya subjektif, tergantung masing-masing individu bagaimana menafsirkannya. Jadi, saya hanya akan memaparkan definisi mahasiswa berkarakter menurut hemat saya saja.

Mahasiswa adalah pemuda, yang memiliki semangat dan intelektualitas yang sedang tinggi-tingginya. Mereka adalah motor pergerakan, basis perubahan, dan sumber kekuatan suatu bangsa. Mahasiswa berkarakter adalah mahasiswa yang beradab. Tahu peran mereka dalam roda pemerintahan. Memahami kemampuan merekan untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya guna menyejahterakan masyarakat. Mewakili aspirasi rakyat yang lemah, baik secara pendidikan maupun kekuatan. Selain itu, menjaga sikap mereka di hadapan khalayak. Berlaku seperti halnya orang yang berpendidikan, bertutur kata dengan dasar ilmu, dan tentu saja, diamalkan. Tak hanya bicara, tapi juga beraksi.
Karena keunggulan - keunggulan itulah, mahasiswa dijadikan anutan oleh rakyat. Pun sebagai penyalur aspirasi, pembela, maupun tolak ukur kualitas suatu masyarakat.
Lalu, bagaimana membangun mahasiswa yang berkarakter melalui PEMIRA?

Demokrasi adalah suatu sistem yang harus ada di zaman modern, beriringan dengan penuntutan hak asasi manusia di mana pun di dunia ini, membuat kesempatan untuk berbicara terbuka selebar - lebarnya. Setiap orang yang turun ke jalan berkoar - koar melafalkan HAM, menuntut demokrasi absolut agar aspirasi mereka diwujudkan.
Dengan harapan membentuk karakter yang telah saya paparkan di atas, mahasiswa perlu dibimbing untuk mengikuti salah satu arahan yang kita sebut dengan PEMIRA. Lewat PEMIRA kita bimbing para mahasiswa menjalankan demokrasi dengan baik dan benar. Baik dan benar di sini berarti tidak melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat. Artinya, tidak merugikan pihak mana pun.

Bisa kita lihat, adanya PEMIRA telah membuktikan bahwa demokrasi berjalan di kampus kita. Mahasiswa diperbolehkan menyampaikan aspirasi maupun tanggapan dalam wadah yang telah disediakan. PEMIRA memperkenalkan sistem yang teratur, dan telah membuat peraturan-peraturan sedemikian rupa untuk nantinya ditaati oleh para peserta pesta demokrasi kampus. Di sini mahasiswa ditantang untuk mematuhi peraturan, bukannya menganut “peraturan ada untuk dilanggar”, melainkan “peraturan ada untuk dipatuhi”. Mereka yang melanggar ialah mereka yang tak memahami demokrasi yang aman untuk rakyat, melainkan demokrasi abal - abal, yang hanya bicara seenaknya saja, tanpa memperhatikan lingkungan, sebagai hal yang mempengaruhi, dan dipengaruhi.

Pihak pemimpin dan yang dipimpin, juga merupakan peran yang harus dilakukan dengan baik oleh mahasiswa. Tidak jauh beda dengan mematuhi peraturan. Mahasiswa harus memahami apa peran mereka dalam pesta demokrasi. Apakah mereka bertugas memimpin, atau dipimpin. Jika mereka pemimpin, maka, mereka harus membimbing dan mengayomi bawahan - bawahan mereka, memikirkan kebutuhan mereka, dan berkomitmen untuk mencapai tujuan diadakannya pesta demokrasi yang membawa maslahat bagi hajat orang banyak, supaya keadaan kampus terorganisir dengan baik, tanpa ada gangguan-gangguan yang anarkis. Sedangkan para bawahan, wajib mengikuti apa yang diinstruksikan pemimpinnya. Kalaupun ada hal-hal yang sekiranya tak berjalan seiringan, alangkah baiknya jika ia bermusyawarah dengan sang pemimpin untuk mendapatkan mufakat, keputusan yang terbaik bagi kedua belah pihak, karena pada dasarnya, musyawarah merupakan cara terbaik untuk menentukan keputusan, seperti yang telah para pemimpin bangsa kita dulu yang menuangkan musyawarah sebagai salah satu sila dari ideologi negara kita. Menurut saya musyawarah inilah sebaik - baik bentuk demokrasi.
Membentuk karakter lewat pemimpin, bisakah?

Pemimpin merupakan gambaran apa yang dipimpinnya dan para wakil menunjukkan karakter pemilihnya. Dengan kata lain, para pemimpin kita nanti menunjukkan karekter mahasiswa dalam kampus secara keseluruhan, yang merupakan citra yang nantinya ditangkap oleh masyarakat.

Pemimpin-pemimpin inilah yang kita perjuangkan lewat PEMIRA. Berbagai macam karakter muncul dari diri para calon pemimpin tersebut. Kita mempelajari, menelaah kepribadian mereka satu per satu, baik dari riwayat pendidikan, latar belakang organisasi, visi misi, program yang mereka tawarkan, cara mereka berkampanye, hingga cara mereka bergaul. Kejelian kita dalam memilih pemimpin yang tepat diuji di tahap ini. Jika nantinya pemimpin kita adalah pemimpin yang baik, maka kita akan menjadi mahasiswa yang baik, jika pemimpin kita nantinya buruk, maka kita akan menjadi mahasiswa yang buruk pula. Bukankah benar begitu? Kualitas dan kompetensi pemimpin dalam memimpin tentu saja sangat krusial. Jika mereka mumpuni dalam mengemban amanah, roda pemerintahannya akan berjaya. Para bawahan akan bekerja dengan semestinya, dan para mahasiswa akan puas dan bangga dengan pemimpinnya. Berbeda jika kita salah pilih. Sistem yang telah berjalan dengan baik akan terkikis perlahan, kinerja bawahan tak profesional, dan, bisa jadi, demokrasi tak berjalan seperti yang diharapkan.

Karena pengaruh pemimpin sebegitu besar, tak salah jika kita beranggapan jika kita bisa membentuk karakter lewat pemimpin. Dengan menjadi bawahan, berarti kita akan selalu bekerja sama dengannya. Sedikit demi sedikit, kita dapat dipengaruhi, karena kita bekerja atas dasar pemikirannya. Pengaruh ini akan terasa sekali jika kita melihat lingkungan di mana pemimpin tersebut memimpin. Sedikit banyak, para bawahan akan mengikuti pemimpinnya, atas dasar loyalitas dan persamaan ideologi. Dengan melihat hal - hal yang seperti inilah, maka saya berani berpendapat, kita dapat membentuk karakter mahasiswa lewat pemimpinnya. Dan kita mendapatkan pemimpin ya, lewat PEMIRA ini.

Dengan menjalankan sistem di atas, saya pikir sudah mewakili sebagian pencitraan dari mahasiswa yang berkarakter. Kita akan menjumpai keteraturan, ketertiban dalam berdemokrasi, yang menunjukkan kepribadian mahasiswa yang berkualitas, bersumber daya manusia tinggi, beradab, dan layak disebut sebagai kalangan berpendidikan. Oleh karena itu, PEMIRA sebagai pesta demokrasi mahasiswa STAN, harus diperjuangkan, dan dilaksanakan setiap tahunnya.
Saya kira, jika citra mahasiswa baik dalam masyarakat, maka rakyat tak akan ragu untuk percaya, untuk mewakilkan aspirasi mereka. Seperti kejadian yang sudah - sudah, kita sebagai mahasiswa merangkul rakyat karena kita pemuda, karena kita jembatan bagi mereka untuk menyampaikan aspirasi. HIDUP MAHASISWA!!!***(Diena Novianti M)

5. EKO WAHYUDI

Keseimbangan Antara Imtak dan Iptek

Siapa yang tidak tahu dengan kampus STAN?
Kampus kita yang tercinta ini terkenal dengan sekolah kedinasan yang banyak dikagumi oleh sebagian rakyat Indonesia. Bahkan para siswa yang baru akan lulus sekolah pun sudah bercita-cita tinggi untuk diterima di STAN. Tampak jelas dari jumlah pendaftar Ujian Saringan Masuk (USM) STAN itu sendiri yang jauh melebihi jumlah kuota yang disediakan untuk diterima di STAN. Yang mendaftar tidak hanya siswa-siswa dari kota besar, tetapi juga siswa-siswa dari kota-kota kecil, bahkan ada yang dari desa. Semua berbondong-bondong ingin diterima di kampus ini. Jika dilihat secara seksama, sebagian besar siswa yang diterima di STAN adalah mereka yang mempunyai kualitas pendidikan yang cukup tinggi, atau dalam kata lain, mereka mempunyai kemampuan intelektual yang besar. Maka dari itu, kebanyakan mahasiswa STAN memiliki kecerdasan, yang bisa dikatakan, di atas rata-rata dibandingkan mahasiswa-mahasiswa lain pada umumnya.

Juga berbagai alasan mereka ungkapkan mengapa mereka begitu berantusias untuk diterima di STAN. Salah satu alasan mengapa mereka ingin diterima STAN adalah karena STAN menjamin lulusannya untuk dapat bekerja di lingkungan Kementerian Keuangan. Sehingga tidak perlu bersusah-susah lagi untuk mencari kerja. Tapi, di lain pihak, ada yang berpendapat bahwa STAN memiliki jiwa religius yang tinggi. Sehingga terkadang kita bertanya-tanya, “Apakah kita tahu apa kepanjangan dari STAN? STAN adalah singkatan dari Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, kan?” Ya, benar. Akan tetapi, banyak orang yang memberi kepanjangan lain, salah satunya, yaitu Sekolah Tinggi Agama Negara. Kenapa demikian? Menurut saya, inilah salah satu mengapa STAN diberi kepanjangan lain, seperti yang satu ini, karena STAN dikatakan memiliki jiwa religius yang tinggi.

Intelektual, atau bisa juga disebut nilai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), dan nilai religius, atau saya sebut juga dengan nilai iman dan takwa (imtak), secara tersirat memang tampak adalah dua hal yang mempunyai wilayah masing-masing dalam penerapannya. Iptek adalah suatu ilmu yang dapat dipelajari dengan otak. Sedangkan imtak berakar dari hati manusia. Artinya, andaikata seseorang menguasai seluruh ilmu pengetahuan yang ada di dunia ini, belum tentu dia menguasai hatinya. Nah, pertanyaannya adalah memilih untuk menjadi orang yang berilmu tetapi tidak bertakwa, atau orang yang bertakwa tanpa ilmu, atau orang yang bertakwa sekaligus berilmu? Tentu sebagian besar dari kita memilih opsi terakhir. Lantas, seperti apa peran dan pentingnya ilmu dan takwa dalam kehidupan kita, khususnya di lingkungan kampus kita ini? Oleh karena itu, dibutuhkan suatu keseimbangan antara ilmu dan ketakwaan supaya kita bisa menjadi orang yang bertakwa sekaligus berilmu. Untuk itu, melalui tulisan ini, saya akan menjabarkan solusi bagaimana menciptakan kehidupan yang seimbang antara ilmu dan ketakwaan di lingkungan kita, terutama di lingkungan kampus kita ini. Adapun tiga solusi yang akan saya sampaikan, yaitu dengan memasukkan unsur-unsur ketakwaan ke dalam kehidupan perkuliahan, menciptakan acara-acara yang sarat akan nilai-nilai ketakwaan, dan meningkatkan hubungan dengan masyarakat melalui acara-acara yang mengandung nilai ketakwaan.

Solusi yang pertama adalah dengan memasukkan unsur-unsur ketakwaan ke dalam kehidupan perkuliahan. Seperti yang kita tahu bahwa kita sebagai mahasiswa berkewajiban untuk menuntut ilmu setingi-tingginya. Untuk itu, di STAN inilah kita diberi amanah oleh orang tua kita untuk belajar. Di dalam kehidupan perkuliahan, kita hanya disuguhkan berbagai ilmu pengetahuan melalui berbagai mata kuliah tertentu dan sangat jarang dosen memberikan ilmu pengetahuan tentang agama untuk meningkatkan iman dan takwa kita. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu bimbingan atau instruksi dari sekretariat kepada para dosen untuk tidak hanya memberikan materi perkuliahan kepada para mahasiswa, tetapi juga menyisipkan nilai-nilai ketakwaan kepada para mahasiswa. Karena menurut saya, mahasiswa dapat lebih memahami dan lebih mengingat perkataan-perkataan dosen yang pernah mengajarnya, apalagi jika mahasiswa tersebut care terhadap dosen tersebut pastilah apapun yang dikatakan dosen tersebut akan selalu dia ingat sampai kapanpun. Nah, di sinilah para dosen dapat menyisipkan nilai-nilai ketakwaan tersebut, sehingga dapat mewujudkan kehidupan prkuliahan yang mengandung nilai-nilai ketakwaan.

Selain melalui dosen, memasukkan unsur-unsur ketakwaan ke dalam kehidupan perkuliahan bisa juga melalui para mahasiswa itu sendiri. Seperti yang kita tahu, tidak semua dosen bersedia memberikan nilai-nilai ketakwaan pada setiap perkuliahan yang diajarnya. Oleh karena itu, kita tidak akan berhasil melakukan hal tersebut jika hanya bergantung pada dosen. Seharusnya para mahasiswa juga dapat melakukan berbagai hal untuk memasukkan unsur-unsur ketakwaan ke dalam kehidupan perkuliahan sehari-hari. Misalnya mengadakan ceramah singkat yang bersifat umum di dalam kelas sebelum perkuliahan dimulai. Hal ini tentu saja dapat memberikan motivasi antar sesama masyarakat kelas dan dapat menyisipkan nilai-nilai agama yang dapat meningkatkan ketakwaan.

Jadi, tidak hanya ilmu pengetahuan yang didapat di dalam perkuliahan tetapi juga keimanan dan ketakwaan dapat ditingkatkan. Sehingga keseimbangan antara ilmu pengetahuan dan ketakwaan di kehidupan perkuliahan dapat terwujud dengan baik.
Solusi kedua, dengan menciptakan acara-acara yang sarat akan nilai-nilai ketakwaan. Seperti yang kita tahu, begitu banyak acara-acara sering diselenggarakan di STAN. Tapi kebanyakan acara-acara tersebut sangat miskin akan nilai-nilai ketakwaan. Terkadang juga tidak jelas apa maksud dan tujuan bahkan dampak positif atau negatif apa yang akan ditimbulkan dari acara-acara tersebut. Kebanyakan hanyalah sekedar have fun dan terkesan menghambur-hamburkan uang tanpa ada manfaat yang besar dari diselenggarakannya suatu acara. Seharusnya, acara yang diadakan memiliki substansi yang mempunyai manfaat dan tujuan yang jelas sehingga tidak terkesan membuang-buang uang. Apalagi sampai mendatangkan artis-artis yang mahal yang justru memberikan dampak negatif kepada para mahasiswa. Kalaupun harus mengadakan suatu acara, sebaiknya disisipkan nilai-nilai ketakwaan yang bisa berdampak positif kepada para mahasiswa ke depannya. Seharusnya penyelenggara acara memikirkan dahulu secara matang apa manfaat acara tersebut dan apa dampak yang akan ditimbulkan dari diadakannya acara tersebut, bukan sekedar menghabiskan anggaran.

Jadi, acara-acara yang diadakan di STAN yang mengandung substansi yang sarat akan nilai-nilai ketakwaan akan memberikan manfaat dan dampak yang positif bagi para mahasiswa ke depannya.

Solusi yang terakhir adalah dengan meningkatkan hubungan dengan masyarakat melalui acara-acara yang mengandung nilai ketakwaan. Seperti yang kita tahu bahwa kita sebagai mahasiswa adalah sekaligus sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, hubungan baik terhadap masyarakat yang ada di lingkungan kita sangatlah dibutuhkan, bahkan kita seharusnya ambil bagian dalam perputaran roda kehidupan masyarakat. Toh, di sini kita tidak hanya untuk ngampus, tetapi juga perlu bersosialisasi dengan masyarakat yang notabenenya adalah keluarga yang paling dekat dengan kita selama kita merantau. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu gerakan untuk mengakrabkan hubungan mahasiswa dengan masyarakat, salah satunya adalah melalui penyelenggaraan acara-acara nonkampus. Nah, untuk itu, dalam acara itulah sebaiknya disisipkan nilai-nilai agama yang akan menambah ketakwaan baik bagi mahasiswa khususnya, ataupun bagi masyarakat pada umumnya. Selain itu juga, penyelenggaraan acara nonkampus juga akan menambah kemampuan sosial untuk berhubungan dengan masyarakat. Kita juga tahu bahwa kita tidak akan selamanya berada di lingkungan kampus, tetapi nanti ketika kita sudah lulus dan bekerja, kita akan terjun langsung dengan masyarakat. Artinya, melalui acara nonkampus tersebut dapat sekaligus memberikan pengalaman dan pembelajaran mengenai kehidupan masyarakat.

Kesimpulan dari seluruh tulisan ini adalah bahwa kita sebagai mahasiswa yang mempunyai intelektual yang tinggi, tidak akan cukup dengan ilmu pengetahuan saja, tetapi juga diperlukan keimanan dan ketakwaan supaya kehidupan kita menjadi seimbang dan dapat menjadi manusia yang berilmu sekaligus bertakwa. Keseimbangan tersebut dapat kita wujudkan melalui tindakan dan kegiatan yang tidak hanya mengandung keilmuan tetapi juga sarat akan nilai ketakwaan.

6. ANDRI NUGRAHA

Potret Gayus Tambunan

Siapa yang tidak kenal Gayus Tambunan.Namanya meroket bak artis di siang bolong.Bahkan kasusnya menenggelamkan kasus besar, seperti Kasus Bank Century.Tiada sehari pun pemberitaan di media tanpa pemberitaan kasusnya.Sensasi yang dibuatnya sangat menghebohkan.Seorang pegawai Dirjen Pajak golongan IIIA bisa melakukan tindakan korupsi puluhan miliaran Rupiah.Fenomenanya dimulai ketika dia mulai terendus oleh Satgas Mafia Hukum. Gayus pun melarikan diri ke Singapura. Ketika Gayus melarikan diri ke Singapura, kita mungkin sama-sama putus asa untuk menangkapnya.Maklum, Singapura tidak memiliki perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Publik ramai sudah banyak memprediksi bahwa masalah Gayus akan berakhir seperti kebanyakan koruptor-koruptor lain yang kabur ke Singapura yang tidak dapat ditangkap dan Sang Koruptor aman dan dapat menikmati harta hasil korupsinya dengan tenang di negeri singa itu. Namun, publik salah.Pada saat itu datanglah Satgas Mafia Hukum untuk menjemput dan membujuk Gayus pulang ke Indonesia. Gayus pun berhasil dibujuk. Satgas pun seolah-olah menjadi pahlawan, tetapi pada dasarnya pelarian Gayus ke Singapura atas saran Satgas. Satgas ingin mengambil nama dan memperlihatkan kepada masyarakat bahwa mereka bekerja. Itu menurut salah satu versi.Kedatangan Gayus dari Singapura ke Indonesia diliput oleh banyak media.Seperti biasa ekspresi Gayus tetap dengan muka tanpa bersalahnya. Gayus pun menyerahkan diri ke kepolisian. Sementara itu Satgas hilir mudik diwawancarai oleh berbagai media, tentunya yang ingin diketahui oleh masyarakat adalah mengenai teknik yang dipakai oleh Satgas untuk membujuk Gayus. Sebenarnya tidak ada yang special dari cara Satgas membujuk Gayus, karena menurut sebagian versi ini hanyalah konspirasi.

Setelah mendekam beberapa bulan di penjara, Gayus pun berulah lagi. Dia tertangkap kabur dari penjara sedang menonton pertandingan tenis internasional di Bali.Gayus menyamar dengan samaran yang cacat dan fotonya berhasil oleh wartawan dan menjadi bukti awal bahwa Gayus benar-benar kabur dari penjara.Gayus diduga menyogok petugas sipir di penjara, agar dapat keluar dari penjara dan pergi libur ke Bali.Atas fenomena ini lagu “Andaiku Gayus Tambunan” pun terangkai. Hal ini menambah luka yang mendalam di hati masyarakat akan ketidakadilan hukum di negeri ini. Seolah-olah hukum hanya berlaku bagi sebagian orang dan tidak berlaku bagi sebagian yang lainnya.

Gayus Tambunan kalau boleh saya gambarkan adalah seseorang yang memiliki kemampuan berdiplomasi yang tinggi.Itu terlihat bagaiman dia bisa menjerumuskan beberapa Wajib Pajak besar untuk menggunakan jasanya. Diplomasinya bisa dilihat bagaimana ia mampu menego sipir penjara, sehingga dia bisa melenggang berlibur ke Bali. Gayus Tambunan juga merupakan orang yang cerdas.Kalau tidak cerdas mengapa dia bisa mengelabui hakim dan jaksa serta memutarbalikkan peraturan perpajakkan demi keuntungan kliennya.Oleh karena sifat-sifat itulah, Gayus berhasil mengeruk miliaran uang hasil korupsi.

Gayus Tambunan adalah jebolan Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) yang menurut sebagian orang memiliki kompetisi yang tinggi untuk masuk, belajar, dan lulus dari sana. Pelajaran apa saja yang diajarkan oleh STAN, sehingga bisa memproduksi Gayus Tambunan? Kita tidak dapat menunjuk langsung bahwa terciptanya Gayus Tambunan ada korelasinya dengan penyelenggaraan pendidikan di STAN.Sama-sama kita tahu, mahasiwa yang belajar di STAN memiliki keberagaman, baik itu keberagaman daerah, agama, bahasa, dan tentunya keberagaman pola pikir, karakter, dan sifat.Dan potensi-potensi keberagaman inilah yang harusnya dibentuk oleh suatu sistem pendidikan di STAN yang dapat mengintegrasikan Imtak dan Iptek.

Imtak merupakan singkatan dari Iman dan Takwa. Kata Iman dan Takwa sudah tidak menjadi milik kelompok agama tertentu saja karena kata-kata tersebut sudah menjadi bahasa Indonesia dan dimiliki oleh semua agama. Karena Imtak sudah tidak menjadi domain satu agama saja, semestinya penerapannya dilakukan oleh semua kelompok agama, sedangkan Iptek yang sama-sama kita tahu adalah singkatan dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.Ada sedikit pemahaman yang salah di tengah masyarakat memahami hubungan antara Imtak dan Iptek.Kebanyakan orang memandangnya sebagai sesuatu yang saling bertentangan dan tidak dapat diselaraskan.Ketika berbicara Imtak, orang menghubungkannya dengan urusan keakhiratan dan ketika berbicara Iptek, orang menghubungkannya dengan urusan keduniaan. Seolah-olah imtak dan iptek adalah sesuatu yang berbeda dan bertolak belakang sama sekali. Pemahaman yang sempit inilah yang akhirnya menelurkan Gayus Tambunan.Imtak dan Iptek itu seharusnya diintegrasikan menjadi suatu perwujudan sikap yang paripurna dari seorang manusia.Dia tidak bisa berjalan sendirian. Jika iptek maju, tetapi imtaknya jeblok itu hanya akan menciptakan koruptor-koruptor baru. Imtak maju, tetapi iptek jeblok berarti dia belum ber-imtak dengan benar.Karena imtak sendiri menghendaki ada keseimbangan antara imtak dan iptek.Salah satu hal yang membuat pemahaman imtak di tengah masyarakat akhir-akhir ini mulai tergerus karena paham pemisahan dan pengkotak-kotakkan antara urusan imtak dan urusan iptek.Ketika berbicara iptek kita dilarang bicara imtak begitupun sebaliknya.Sekat-sekat dan tembok-tembok antara imtak dan iptek harus dihancurkan dan diruntuhkan.Biarlah keduanya bersinergi dan membentuk keuniversalitasan.Karena memang sifat aslinya universal.Akan begitu bangganya orang tua jika memiliki anak yang selain cerdas, berbakti kepada kedua orang tua, dan juga beriman dan bertakwa kepada Tuhannya. Mana ada coba orang tua yang bangga punya anak yang walaupun IP-nya cumlaude, IQ-nya tinggi, tetapi sama orang tua kurang ajar dan termasuk anak yang suka mabuk-mabukkan.

Apakah bisa?Mengapa tidak, tentu saja bisa.Banyak alumni-alumni STAN yang berhasil menyelaraskan antara imtak dan iptek.Banyak alumni-alumni kita yang tidak tergoda korupsi dan bahkan berhasil menguak kasus-kasus korupsi besar.Itu semua lahir dari pengintegrasian imtak dan iptek yang baik dalam diri.

Sebenarnya banyak pihak yang dapat berperan dalam pengintegrasian imtak dan iptek dalam lingkungan kampus STAN.Peran lembaga tentunya merupakan salah satu peran terbesar yang patut disoroti. Di kurikulum STAN memang ada mata kuliah agama, tetapi porsinya menurut saya masih sangat sedikit, yaitu hanya 3 sks @50 menit hanya untuk satu semester. Di waktu yang sedikit itu pun materi yang dibahas hanyalah mengenai hal-hal yang dasar yang sekadar pengulangan atas materi yang kita dapatkan ketika SD, SMP, dan SMA.Tentu saja hal itu tidaklah cukup untuk menyeimbangkan iptek yang diberi proporsi lebih utama oleh lembaga.Harapannya supaya lembaga bisa mengakomodasi pengintegrasian imtak dan iptek ini dalam suatu metode tertentu.Atas keterbatasan ini, kita juga tidak boleh berpangku tangan.Kita sendiri harus mencari sendiri kegiatan-kegiatan di luar kuliah formal untuk mengintegrasikan imtak dan iptek.Seperti, mengikuti kelompok-kelompok mentoring, mengikuti kajian-kajian agama, kebaktian, dan kegiatan-kegiatan sejenisnya. Di samping itu juga, organisasi-organisasi kemahasiswaan seperti Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (BLM), dapat kita ikuti juga untuk mengasah soft skill kita. Pihak lembaga dan kemahasiswaan seharusnya bersinergi bersama untuk mewujudkan pengintegrasian imtak dan iptek di lingkungan kampus STAN. Hal ini tentunya menjadi kepentingan tersendiri bagi Kementerian Keuangan yang nantinya akan menampung mahasiswa-mahasiswa lulusan STAN. Tentunya pihak Kementerian Keuangan tidak ingin menampung mahasiswa seperti Gayus, mereka tentunya menginginkan mahasiswa yang cerdas secara iptek dan cerdas secara imtak.Pihak-pihak yang menyediakan pelayanan imtak dan iptek ini usahanya akan sia-sia belaka jika objek dalam hal ini mahasiswa tidak memilki kesadaran tentang urgensi untuk mengintegrasikan imtak dan ipteknya. Kesadaran ini dapat dilecut dengan memberikan pemahaman terlebih dahulu kepada mahasiswa tentang urgensi integrasi imtak dan iptek, sehingga apabila mereka sudah sadar mereka akan mencari sendiri dan tidak usah disuruh-suruh lagi.

Di Indonesia sudah banyak orang pintar, tetapi Indonesia masih belum melesat juga.Indonesia tidak membutuhkan banyak orang pintar.Yang Indonesia butuhkan hanyalah orang pintar yang juga beriman dan bertakwa. Orang pintar yang tidak beriman dan bertakwa hanya akan melahirkan koruptor-koruptor baru, seperti Gayus Tambunan.

Kejahatan yang dilakukan oleh orang yang pintar, tetapi tidak beriman dan bertakwa sangatlah berbahaya dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang tidak pintar, yang tentunya tidak beriman dan bertakwa.

Cukuplah Gayus Tambunan saja yang menjadi Gayus Tambunan. Semoga tidak ada Gayus-Gaysu lagi.Semoga kita dapat memicu diri untuk selalu mengintegrasikan iptek dan imtak dalam diri kita dan menghilangkan sekat-sekat pemisah di antara keduanya dan mengakui keuniversalitasannya.

7. SATRIA ARGA NUGRAHA

KARAKTER UNTUK PERUBAHAN

Pemilihan Raya atau biasa disebut PEMIRA di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara mulai bergulir sejak beberapa waktu yang lalu . Tahun 2011 ini , PEMIRA mencakup pemilihan Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa , anggota anggota Badan Legislatif Mahasiswa (BLM) , serta tidak ketinggalan pemilihan ketua dan wakil ketua mahasiswa himpunan spesialisasi dari Akuntansi Pemerintahan , Perpajakan , hingga Penilai . Semua elemen vital di kampus Ali Wardhana ini akan ditentukan oleh suatu proses yang disebut Pemilihan Raya (PEMIRA ) ini .

Peraturan peraturan yang tidak terlalu banyak diharapkan panitia agar dapat meningkatkan jumlah partisipan dalam PEMIRA kali ini . Aturan aturan pelaksanaan dari sebagai bakal calon hingga menjadi calon , dari meminta dukungan (bakal calon) hingga ke masa kampanye (calon) sungguh penuh integrasi dan bermanfaat bagi para calon maupun bagi para pemilih agar dapat saling mengenal tujuan dan harapan dari calon dan para pemilih itu sendiri .

Tapi , apa yang sebenarnya menjadi tujuan utama pelaksanaan PEMIRA ini ? Mencari para pemimpin mahasiswa di kampus STAN ? Atau hanya sekedar kewajiban melaksanakan pemilihan sebagai bentuk demokrasi di kampus ini ? Tidak sepenuhnya salah anggapan seperti itu . Namun , menurut saya , tujuan utama yang seharusnya diangkat adalah
membentuk karakter mahasiswa mahasiswi calon birokrat keuangan negara ini . Selain itu juga untuk membentuk pribadi yang inspiratif , inovatif , dan bertanggung jawab .

Untuk itu , perlu kita dalami dulu , apa itu karakter ? Menurut saya , karakter adalah suatu identitas dari seseorang . Mengapa tiap manusia perlu karakter ? Untuk adanya suatu inovasi , diperlukan karakter yang berbeda beda . Untuk itu , PEMIRA adalah salah satu jalan membentuk karakter mahasiswa dengan cara membuka pendaftaran calon pemimpin pemimpin kamus kita ini . Dibukanya pendaftaran calon tersebut adalah bentuk untuk kita dapat mengungkapkan apa yang ada di hati kita melalui suatu perbuatan nyata . Mereka mungkin sudah menganggap dirinya terlalu lama menunggu suatu perubahan di kampus ini ataupun mereka belum percaya dan puas dengan kinerja para petinggi mahasiswa di kampus ini , untuk itulah mereka ingin melakukannya sendiri karena mereka yakin karena mereka mengusung suatu perubahan untuk STAN yang lebih baik . Dengan kata lain , karakter mahasiswa yang menginginkan suatu perubahan dengan semboyan ‘Talk Less Do More’ akan terbentuk seiring dengan dia mendaftarkan diri sebagai calon pemimpin kampus kita ini yang membawa suatu perubahan yang dia harapkan.

Namun , hal itu tidak serta merta men-judge seorang mahasiswa yang tidak mendaftarkan diri sebagai calon pemimpin adalah mahasiswa yang tidak mempunyai karakter . PEMIRA ini merupakan salah satu jalan untuk membentuk karakter mahasiswa , bukan satu satunya jalan untuk membentuk karakter mahasiswa . Mungkin banyak mahasiswa yang akan apatis karena mungkin saja mereka berbeda visi dengan para calon yang ada . Mungkin juga karena mereka merasa siapapun yang menjadi pemimpin dan wakil mereka nantinya , tidak akan ada perubahan berarti alias stagnan atau jalan di tempat . Hal ini banyak terlihat saat masa penggalangan dukungan sebagai bakal calon dan kampanye kampanye dimana banyak mahasiswa yang mengungkapkan ingin apatis saja karena hal hal di atas tersebut .

Sekarang ,bagaimana cara kita meyakinkan mereka yang tergolong apatis tersebut ?
Pertanyaan di atas bisa disebut sebagai pertanyaan yang klise mengenai apatisme . Namun , jawaban yang menurut saya diperlukan adalah memberi kesempatan pada, tidak hanya mahasiswa yang apatis, namun juga semua mahasiswa , untuk mengembangkan karakter mereka . Bagaimana caranya ? Menurut saya , karakter dikembangkan karena adanya kemauan dari individu tersebut terlebih dahulu . Jadi , untuk mengajak mahasiswa lebih berkarakter adalah dengan menumbuhkan kemauan dan niat mahasiswa itu terlebih dulu . Niat dan kemauan untuk membuat suatu perubahan yang diinginkan oleh tidak hanya dirinya , namun juga oleh mahasiswa lainnya. Tumbuhkanlah niat untuk merubah semua yang dianggap kurang , lau berusahalah untuk mengubahnya .

Untuk selanjutnya , apabila kemauan dan niat itu mulai tumbuh , janganlah sesekali berpikir untuk putus asa karena kita tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk menjalankan niat kita itu . Ingat , untuk melakukan suatu perubahan , mulailah dari hal hal yang kecil . Anda dapat memulai dari mengkritik , memberi saran , memberi dukungan untuk calon , hingga akhirnya Anda dapat memilih calon yang menurut Anda sevisi dengan Anda dan dapat membawa suatu perubahan nyata yang Anda inginkan . Sebagai calon , meyakinkan para mahasiswa lain untuk memilihnya juga merupakan suatu peran serta calon pemimpin dan wakil mahasiswa untuk melakukan suatu pembentukan karakter karena mereka akan menerima kritik dan saran dari berbagai mahasiswa yang semuanya mempunyai tujuan untuk STAN yang lebih baik. Itu adalah beberapa contoh hal hal kecil yang menurut saya dapat berdampak besar bagi Anda dan orang banyak . Serta dapat membantu Anda dalam membentuk karakter Anda menjadi lebih baik .

Mungkin pertanyaan Anda akan berubah , apa hubungannya dengan pengembangan karakter seperti tulisan saya sebelumnya? Hubungannya adalah disaat Anda memulai dari niat untuk membuat suatu perubahan , karakter Anda yang menginginkan suatu pembaharuan mulai terlihat . Di saat Anda ikut memilih calon wakil dan pemimpin Anda , Anda turut berandil besar dalam perubahan yang Anda inginkan dan disanalah karakter Anda yang sebenarnya , yang menginginkan suatu pembaharuan , terlihat dengan jelas .
Disinilah pilihan Anda akan menentukan bagaimana karakter Anda akan membawa perubahan yang Anda sendiri tidak menyangkanya . Karakter Anda akan menentukan seberapa kuat Anda dalam menghadapi tekanan tekanan yang ada saat memilih . Saya yakin , semua mahasiswa di kampus ini pasti mempunyai suatu karakter yang kuat dan mampu menghadapi tekanan tekanan yang ada di hadapannya .

Berterimakasihlah pada kesempatan yang diberikan untuk membawa karakter Anda menuju puncaknya . Karakter Anda akan makin menguat seiring dengan perubahan yang Anda lakukan dan kegiatan bermanfaat yang Anda lakukan . Hal kecil yang Anda lakukan , seperti turut serta memilih dalam PEMIRA 2011 nanti , akan berdampak besar untuk kampus kita ini dan untuk diri Anda sendiri sebagai ajang dan upaya Anda untuk membentuk karakter Anda menjadi karakter yang penuh harapan akan perubahan dan bertanggung jawab sebagai bagian dari perubahan yang Anda inginkan tersebut.

PEMIRA 2011 sebagai ajang untuk menentukan pemimpin dan wakil mahasiswa kampus Ali Wardhana sungguh bermanfaat dan seharusnya mampu dimanfaatkan sebagai ajang pembentukan karakter kita baik sebagai calon pemimpin atau wakil mahasiswa itu sendiri ataupun sabagai pemilih para pemimpin dan wakil kita yang bertujuan sama , membentuk kampus STAN ini menjadi lebih baik dari sebelumnya . Untuk itu , saya tekankan lagi , hal kecil yang baru akan Anda lakukan mampu membangun karakter Anda , apalagi hal kecil yang Anda lakukan . Saya jamin , tidak hanya akan membangun karakter Anda , namun akan berdampak menakjubkan pada orang banyak . Untuk itu , apa ruginya apabila Anda berpartisipasi dalam PEMIRA 2011 ini , baik sebagai calon ataupun pemilih , karena yang akan Anda lakukan akan sangat bermanfaat dalam membangun karakter Anda menjadi lebih kuat dan lebih baik yang membawa suatu dampak menguntungkan bagi orang banyak .

8. HARVIANDI GUSTIAN

9. MUHAMMAD UMAR

INTEGRASI IMTAK DAN IPTEK DI LINGKUNGAN KAMPUS STAN

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara selanjutnya disebut STAN adalah suatu lembaga pendidikan kedinasan yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan. STAN yang telah memiliki sejarah panjang dalam mencetak kader-kader pengawal keuangan negara yang handal, saat ini terus berusaha memaksimalkan fungsinya. Berbagai metode pun ditempuh, mulai dari ketatnya persaingan masuk yang melalui ujian saringan, kemudian sistem penilaiannya, kegiatan belajar mengajar, hingga persaingan di saat proses pembelajaran berlangsung. Tidak hanya itu, pengelola dan para penyelenggara proses belajar mengajar juga dipersiapkan dengan baik. Para dosen atau tenaga pengajar, diseleksi dengan baik sehingga proses transfer ilmu dapat berjalan dengan optimal. Ini adalah salah satu langkah awal STAN untuk menghasilkan lulusan yang berkompeten tentunya dalam bidang keuangan.
Di zaman yang serba berteknologi seperti sekarang ini, memanfaatkan dan mengeksplorasi teknologi sudah menjadi hal yang biasa. Disadari atau tidak, teknologi ini sangat membantu kemudahan manusia dalam bekerja. Beberapa aspek dapat dijangkau dalam satu waktu yang sama dengan mudah. Dengan kemudahan-kemudahan yang ditawarkan, teknologi menjadikan peradaban manusia saat ini jauh lebih maju dibandingkan dengan peradaban manusia seabad yang lalu. Saat ini teknologi telah masuk ke berbagai sektor kehidupan dan salah satu yang sangat besar keuntungannya apabila memanfaatkan teknologi ini adalah bidang pendidikan.
STAN sebagai salah satu lembaga pendidikan kedinasan yang ada di Indonesia, tentu melihat hal ini. Sebagai sekolah tinggi yang sudah memiliki reputasi di negeri ini, STAN tetap ingin menjaga kualitasnya. Peningkatan kualitas sumber daya manusia yang ada dan juga tentunya mengoptimalkan pemanfaatan teknologi guna menghasilkan lulusan yang handal harus dilakukan. Itulah salah satu peran berintegrasinya ilmu pengetahuan dan teknologi di lingkungan kampus STAN. Penggunaan dan pemanfaatan IPTEK secara masif, efektif, dan efisien diharapkan dapat membantu berjalannya proses pendidikan di kampus ini. Sehingga ke depannya, STAN tetap dapat menjadi salah satu sumber penyedia tenaga pengelola keuangan negara yang berkompeten.
Sekarang ini hampir seluruh kegiatan belajar mengajar yang ada di kampus STAN memanfaatkan teknologi. Kemudian, jika dilihat dari seluruh aktivitas kemahasiswaan seperti forum-forum diskusi, seminar, dan acara kemahasiswaan lainnya, kita dapati bahwa nafas kegiatan di kampus ini tak pernah lepas dari teknologi. Di wilayah kampus STAN sendiri sudah diberikan layanan akses informasi yang bisa digunakan tiap mahasiswa, walaupun sepertinya saat ini penggunaannya belum bisa dirasa maksimal, semoga bisa dioptimalkan di masa yang akan datang. Hal ini apabila dapat dimanfaatkan secara maksimal akan memberikan dampak yang sangat luar biasa. Jika mahasiswa STAN mampu mengakses ilmu yang tersebar, kapan saja di wilayah kampus ini, hal ini tentunya akan membuat atau menjadikan mahasiswa tersebut kaya akan pengetahuan. Seorang mahasiswa yang bisa mengakses ilmu-ilmu yang ada tentu akan menjadi seorang mahasiswa yang memiliki referensi yang sangat memadai dalam suatu ilmu. Dan, dengan referensi ini mahasiswa tersebut akan semakin luas wawasannya dalam memandang sebuah ilmu. Kemudian, jika hal ini bisa dimanfaatkan oleh seluruh mahasiswa yang ada di kampus STAN, akan terjadi suatu dinamika positif yang sangat hebat dalam proses pembentukan sumber daya manusia yang handal.
Di samping pemanfaatan teknologi secara masif, efektif, dan efisien dalam seluruh denyut aktivitas di kampus, penulis juga ingin menyoroti peran perpustakaan sebagai pusat referensi ilmu pengetahuan yang ada saat ini di kampus. Sebagai pusat referensi yang masih sangat berguna bagi sebagian besar mahasiswa STAN, optimalisasi dan peningkatan kualitas perpustakaan sangat diperlukan. Agar dalam kesehariannya perpustakaan dapat menjadi rujukan yang baik bagi mahasiswa dalam mencari referensi mengenai suatu pengetahuan. Pengelolaan yang semakin baik serta jumlah ketersediaan referensi pengetahuan yang memadai, menjadi salah satu faktor utama dalam memaksimalkan peran perpustakaan. Hal ini sangat dirasa penting oleh penulis untuk melengkapi peran teknologi di lingkungan kampus STAN guna mempersiapkan calon-calon punggawa keuangan negara yang kaya wawasan, berpengetahuan luas, dan dapat diandalkan.
Namun hal itu bukanlah satu-satunya cara yang ditempuh STAN guna mempersiapkan sumber daya manusia yang berkemampuan tinggi dalam bidang akademis. Ada hal penting lainnya terkait pembentukan dan penyediaan sumber daya manusia, yaitu iman dan takwa. Sudah kita ketahui bersama apa dampak negatifnya jika suatu permasalahan diamanahkan kepada orang-orang yang berilmupengetahuan tinggi, tetapi tidak memiliki nilai-nilai keimanan dan ketakwaan. Orang tersebut akan dengan mudah menyelewengkan kekuasaannya dalam menghadapi sebuah permasalahan yang dipercayakan kepadanya. Apalagi hal atau permasalahan-permasalahan yang terkait dengan masalah keuangan. Korupsi, adalah suatu dampak negatif yang nyata apabila suatu sumber daya manusia hanya ditempa sisi akademisnya saja tanpa mempertimbangkan nilai keimanan dan ketakwaan.
Oleh karena itu, untuk melengkapi langkah STAN dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang terampil, diperlukan juga integrasi nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam lingkungan kampus. Nilai-nilai ini harus bisa diikut sertakan melengkapi peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam setiap aktivitas kampus, baik peran yang dibawakan oleh tenaga pengajar ataupun mahasiswa. Hal ini tentu dikarenakan tujuan STAN tidak hanya mencetak sumber daya manusia yang terampil, berpengetahuan tinggi, dan berwawasan luas saja, tetapi juga mempersiapkan generasi-generasi yang tangguh, berkarakter, dan generasi yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.
Masalah keuangan negara adalah masalah yang besar, masalah yang penuh amanah, masalah yang harus bisa dikelola dengan profesional, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Oleh karena itu, untuk sekali lagi, STAN sebagai penyuplai sumber daya yang memadai sangat harus mengimbangi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan nilai-nilai keimanan dan ketakwaan dalam setiap kegiatannya dalam rangka mempersiapkan sumber daya yang benar-benar tepat dalam mengelola masalah keuangan negara. Seperti halnya teknologi yang marasuk ke dalam proses belajar mengajar dan ke dalam setiap aktivitas kampus, maka nilai keimanan dan ketakwaan pun harus bisa masuk kedalam jiwa setiap mahasiswa STAN. Agar benar-benar terbentuk pribadi-pribadi yang siap mengelola keuangan negara.
Negara kita berideologikan Pancasila. Dan, dalam Pancasila sendiri pun sudah tertulis jelas dalam sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mencerminkan bahwa, betapa pentingnya nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan. Ia haruslah menjadi pondasi suatu kepribadian agar menjadi pribadi yang luhur dan bermartabat. Dari sila yang pertama ini, diharapkan terbentuklah sumber daya manusia yang baik sesuai sila kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal inilah yang harus dijadikan kerangka acuan dalam membentuk dan menyediakan pribadi yang cakap dan profesional dalam bekerja dan juga pribadi yang bermoral, berakhlak mulia, bertanggung jawab, dan luhur berbudi pekerti serta menjunjung tinggi etos kerja di dunia kepegawaian. Hal ini lah yang penulis rasa menjadi penting, yaitu keselarasan berintegrasi antara nilai-nilai keimanan dan ketakwaan serta ilmu pengetahuan dan teknologi di lingkungan kampus STAN. Demi Indonesia yang lebih baik dan lebih bermartabat.

10. BAYU DWI PUTRA

Decreasing Moral of Students

Background
Globalization has created a huge influence in student community. In my opinion, globalization has three dimensions, here they are: economic globalization, political globalization, and culture globalization. Globalization is the universalizing value that makes local wisdoms fade away. Culture or manner globalization has a big effect towards civilization people generally student college specially. However, in order to improve the competitiveness of development, a moral life is required.
As eastern people, we have a philosophy of life with courtesy and hospitality. This sort of thing that needs possessed by students. But in reality, not a few students also have lost of moral. Student is the figure of citizens who have full responsibility will be taken where this country brought to run. What is the way to revival or even into the way down. So, it’s commonly considered that student is agent of change.
Student as a generation where the peak of the nations will be established should have a high morality to filter a harmful effect of globalization. Therefore, student need to know about the moral sense, know the cause of moral decline, know the current moral condition, and know how to fix and maintain their morale. Morality of students is an important element in the process the extent in the development of nations. Morality in this case not only associated with one of the religious (in Islam, we know that is one focus this named Akhlak), but also in general value of life.

Definition of Moral
Etymologically, moral is derived from the Latin “mores” that have meaning customs, or ethics rules that contain the meaning of conscience who become leader inner behavior in life. According to Kamus Umum Bahasa Indonesia (KBBI), moral means good-bad doctrine generally accepted in actions, attitudes, obligations, and so on. Having morality means having a good attitude. Immanuel Kant define morality is a matter belief and mental attitude and it is not merely an adjustment to the rules from outside, whether it is the rule of law state, religion, or customs.
Thus, it can be concluded that moral is the whole norms that regulate human behavior in society to carry out good acts and correct habits.

The Cause of Moral Decrease
Moral degeneration is much influenced by socio-cultural conditions in the surrounding community. Poor social environment is one of form of lack of social institutions to control negative change. As we know that most students are children boarding a course away from parental advisory. The majority of the boarding house does have a guard, or so-called landlord. However, some are not accompanied by guards. This environment led to the emergence of a sense free to act from the boarding students.
A night world which enjoyed a majority of students causes to such complex problems, such as drugs, alcohol, casual sex, to creep into criminality. Almost every night discotheque, discotheque filled with visitors, and most of them are students.
In this culture conditions, the students easily influenced. An example is a porn video. This occurs because the influence of the media through the shows that tends to be more vulgar and direct customers toward pornography and porno-action. The destruction of morality via the media also associated with a program that shows the sarcasm and criminal. Indirectly, this shows the audience internalized into the self of audience.
The main, the cause of moral degradation intellectual young generation is as follows: The absence of direct supervision of the appropriate party. Socio-cultural environment is not healthy. Impressions of the mass media that is not good, lack of education about moral to the lack of awareness of the students to have self-defense as a filter from the negative things.

Solutions
The complexity of the demoralization of morality students today do need the right solution for the preservation of morals that exist in students can be maintained. Students are agency and moral development. The destruction of the moral need include of these various aspects, socio-cultural, religious, and educational.
In socio-cultural aspects needed improvement of social conditions and cultural filtering in a student environment. These improvements may include the arrangement of the social system in which each component to function positively. And culture shape filtering is a form of socialization and internalization of local knowledge to function positively in the process of cultural acculturation.
In the field of religion, religion has the wisdom of the sublime in moral matters. Each religion has different characteristics, but finally aims to organize people to stay in the right ways.
Education World is a place where students get living. The essence of education is to form a good person. Behave in accordance with reason, thought and conscience is based on moral values. Moral education is needed that specifically refers to the soft skills of students as the basis of academic behavior.
From that above description can be concluded that the basic solution in improving morale are:
• The quality of faith. As a religious community, students must have an unwavering faith in behaving as a positive principle. Because every religion must have the moral values that glorious and wise.
• The quality of science. Students in this country must have intelligence that is not easily fooled by bad foreign cultures. In addition, for students to have excellent skills and information technology related fields. With it automatically will bring up the moral conditions are good.
• Quality of charity. Students must have a high work ethic. That also would keep them away from activities that are less useful
Overall, those qualities governing behavior already started to be used as guides to behave, especially for students who are agents of change.


BLM D III PAJAK

1. PRAMITA KUSUMA ASTUTI

Membangun Mahasiswa yang Berkarakter Melalui PEMIRA

Dalam essay kali ini saya akan membahas tentang Membangun Mahasiswa yang Berkarakter Melalui PEMIRA. Pada dasarnya kata-kata membangun tersebut muncul sebagai upaya untuk mengembangkan diri mahasiswa STAN yang dinilai telah memiliki jati diri yang bagus sehingga untuk ke depannya mereka dapat menjadi pribadi yang bagus. Pada dasarnya mahasiswa memiliki jiwa-jiwa idealis yang tinggi,hanya saja tidak semua mampu menggunakan dan mengambangkannya dengan baik dan benar.
Salah satu upaya yang dilakukan yaitu melalui ajang yang di beri nama PEMIRA. Pada PEMIRA kali ini, saya mencoba untuk lebih mengembangkan kreatifitas dan pola pikir mahasiswa STAN dengan cara mengajak mereka untuk berpartisipasi secara aktif dan informatif dalam PEMIRA 2011 ini. Salah satunya dengan mendatangi tiap kelas untuk memberikan informasi mengenai PEMIRA kali ini dan menumbuhkan minat mereka untuk ikut serta dalam kegiatan yang nantinya akan menentukan arah dan menampung segala aspirasi keluarga mahasiswa STAN.
Dengan adanya PEMIRA ini, diharapkan semua mahasiswa STAN dapat dan mampu untuk mengembangkan pribadi mereka sehingga opini mayarakat bahwa mahasiswa STAN itu apatis adalah salah. Keikutsertaan mahasiswa dalam PEMIRA kali ini merupakan suatu gebrakan dalam pengembangan karakter mahasiswa. Dengan adanya debat publik, kampanye ke tiap kelas, kampanye bebas dan tanya jawab bakal calon dapat membuat mahasiswa secara tidak langsung ikut serta dalam ajang PEMIRA kali ini dan secara langsung melibatkan semua mahasiswa untuk ikut memilih bakal calon melalui pemilihan langsung.
Keaktifan mahasiswa dalam PEMIRA kali ini sangat diharapkan agar kegiatan kelembagaan di kampus Ali Wardhana tercinta ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan aspirasi semua mahasiswa dan elemen kampus. Dengan ikut serta secara aktif dalam PEMIRA, mahasiswa dapat lebih mengembangkan intelektualitas dan kemampuan diri mereka dan secara tidak langsung dapat mengembangkan karakter diri mereka menjadi pribadi yang lebih baik dan bertanggungjawab.
Segala aspek kemahasiswaan dan kegiatan kampus STAN ini merupakan tanggungjawab seluruh mahasiswa STAN, oleh karena itu kegiatan PEMIRA kali ini merupakan suatu langkah pertama dalam menentukan pergerakan dan perkembangan kampus. Segala aspirasi dan ide mahasiswa ditampung dalam lembaga – lembaga terkait yang menaungi bidang dan unsur kemahasiswaan tertentu. PEMIRA yang dilaksanakan setahun sekali ini dapat digunakan sebagai sarana mahasiswa dalam beraspirasi dan mengembangkan kemampuan berorganisasi mereka dan secara tidak langsung akan berimbas dalam pengembangan karakter diri mereka. Dengan pencalonan diri sebagai bakal calon setidaknya merupakan suatu pergerakan pertama mereka dalam membangun kampus STAN tercinta ini ke arah yang lebih baik dengan mengindahkan norma – norma yang ada.
Pada dasarnya pengembangan karakter diri dapat dilakukan tidak hanya melalui ikut serta dalam kelembagaan atau organisasi, bisa juga dalam berpartisipasi aktif dalam tiap kegiatan positif dan menangkap segala informasi yang ada dengan cerdas dan bertanggung jawab. Jadi semua mahasiswa mendapat kesempatan dalam mengembangkan karakter diri mereka secara adil dan merata, salah satunya adalah melalui PEMIRA. Dengan melibatkan seluruh mahasiswa untuk berpartisipasi maka diharapkan kesadaran untuk memberikan suara secara nyata dapat dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (luberjurdil). efek nyata dari partisipasi aktif ini adalah mahasiswa dapat menggunakan akal dan pikiran sehat mereka untuk memilih secara cerdas bakal calon yang ada sesuai dengan kemantapan visi dan misi yang mereka emban dan keinginan pemilih untuk menjadikan kampus STAN lebih baik lagi.
Mahasiswa yang berkarakter merupakan mahasiswa yang memiliki visi ke depan dan mempunyai pemikiran yang luas dengan disertai keteguhan hati untuk selalu berbuat sesuai dengan pemikiran dan manifestasi kemauan hati mereka. Jadi dengan karakter diri yang kokoh maka diharapkan semua mahasiswa STAN dapat memilih secara cerdas dan bertanggungjawab sehingga diharapkan kampus Ali Wardhana ini dapat menjadi lebih baik dengan berisikan orang – orang yang cerdas dan bervisi luas dalam tangguk kepemimpinan puncak.
Dengan berisikan orang – orang yang mempunyai visi yang luas dan berpikiran cerdas, maka kedepannya akan tercipta kehidupan kampus yang bervisikan kedepan dan penuh inovasi. Mahasiswa akan memiliki dukungan penuh dari lembaga – lembaga kampus untuk pengembangan diri dan karakter yang kuat jika kelembagaan tersebut berjalan sesuai dengan tujuannya, yaitu memfasilitasi mahasiswa dalam menyalurkan aspirasinya.
Keberhasilan pelaksanaan PEMIRA 2011 sangat bergantung dengan partisipasi mahasiswa dan keperdulian mereka akan kampus ini. PEMIRA yang berhasil akan menghasilkan pribadi yang berkarakter sebagai imbas positif dari pemikiran mahasiswa untuk memilih bakal calon yang berkualitas dan sesuai dengan harapan mereka.


2. MUHAMMAD AUFA ALHAQ

Membangun Mahasiswa yang Berkarakter Melalui PEMIRA

Pemilihan Raya (Pemira)Keluarga Mahasiswa (KM) STAN adalah pesta akbar demokrasi di kampus STAN yang diadakan setiap tahun yang bertujuan untuk memilih siapa yang akan memimpin mahasiswa STAN baik di tingkat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (BLM), dan Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS) untuk setahun ke depan. Tidak seperti tahun- tahun sebelumnya, pemira tahun ini diadakan secara serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa, Ketua dan Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS) dan anggota Badan Legislatif Mahasiswa (BLM). Meskipun penyelenggaraan Pemira sudah semakin dekat dan dilaksanakan secara serentak sampai saat ini kurang terdengar gaungnya, antusiasme mahasiswa STAN juga sangat minim. Padahal seharusnya Pemira bisa menjadi pilar demokrasi di kampus STAN dan menjadi sarana untuk membangun mahasiswa yang berkarakter di kampus STAN.

Pemira merupakan salah satu pilar demokrasi di kampus STAN. Lingkungan kampus adalah tempat bagi mahasiswa untuk mempersiapkan kehidupan nyata nya kelak. Disinilah kesadaran demokrasi dan pemahaman demokrasi harus mulai di bangun. Demokrasi di lingkungan kampus merupakan perwujudan demokrasi yang sesungguhnya. Dalam demokrasi kampus mahasiswa bergerak tanpa tumpangan kepentingan tertentu dan hanya atas dasar kesadaran moral dan intelektualitas. Dari sanalah akan muncul bibit-bibit pemimpin yang akan bertanggung jawab dalam menjalankan lingkup demokrasi yang lebih luas yaitu demokrasi di negara ini, baik dalam pos-pos pemerintahan dan instansi-instansi dimana kita ditempatkan maupun dalam masyarakat.

Oleh karena itu demokrasi harus menjadi budaya yang dibangun sejak di kampus.
Organisasi-organisasi kemahasiswaan dan Pemira yang ada di kampus merupakan wadah pendidikan demokrasi bagi mahasiswa, dan kita harus menjaga arahnya agar tetap seperti itu. Jangan sampai organisasi kemahasiswaan mulai berbelok arah, bukan lagi sebagai media pendidikan demokrasi dan mengembangkan soft skill, melainkan telah berubah menjadi sarana “perebutan kekuasaan”, seperti layaknya para elit politik dalam pemerintahan. Sangat disayangkan jika mahasiswa yang dipersiapkan menjadi calon-calon pemimpin bangsa yang bijak dan idealis, ternyata melakukan hal sama seperti generasi tua yang tidak sesuai dengan idealisme mereka. Seharusnya hal ini menjadi koreksi bagi mahasiswa, agar kedepannya budaya berdemokrasi yang sesungguhnyalah yang benar-benar dijunjung tinggi.

Bagaimanapun juga mahasiswa merupakan agen perubahan (agent of change) yang memiliki andil besar dalam menentukan nasib bangsa di masa depan. Termasuk dalam demokrasi, mahasiswa harus mampu menunjukan eksistensinya dalam membawa perubahan demokrasi ke arah yang lebih baik, lebih benar. Pijakan awal budaya demokrasinya adalah kampus, sehingga demokrasi yang dipelajarinya dalam kampus akan menjadi cerminan demokrasinya di masa depan. Mahasiswa bisa menjadi pengawal demokrasi di negeri ini, kita tentu masih ingat bagaimana pergerakan mahasiswa yang begitu luar biasa untuk menjaga tetap tegaknya demokrasi di Indonesia mampu menggulingkan kekuasaan Orde Baru.

Selain sebagai pilar demokrasi di kampus Pemira juga merupakan sarana membangun mahasiwa yang berkarakter. Melalui Pemira lah muncul sosok-sosok pemimpin yang akan memimpin KM STAN. Secara tidak langsung Pemira membentuk karakter kepemimpinan, karena keberanian seseorang untuk mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin dalam Pemira merupakan proses pembentukan karakter tersebut. Kepemimpinan berkarakter ataupun karakter kepemimpinan lahir dari pendidikan, pelatihan, talentscouting dan pembiasaan, yang dipadukan dengan sinergi pembelajaran sepanjang hayat, diperkuat oleh daya nalar dan kecerdasan akal budi serta kecerdasan spritual, seraya menyelaraskan dengan irama kehidupan yang sedang berkembang dan berubah cepat tak menentu.

Saya merasa sangat prihatin banyak mahasiswa salah dalam memaknai demokrasi di kampus. Mereka memandang sinis bahkan bersikap apatis terhadap Pemira sebagai proses demokrasi kampus. Sangat disayangkan jika masih ada mahasiswa yang masih berpikiran dan bertindak seperti itu. Menurut saya orang-orang yang berani mencalonkan diri dalam Pemira adalah orang-orang yang luar biasa. Mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat ingin terus berkontribusi, berbagi dan peduli pada orang-orang di sekitarnya. Orang-orang yang merelakan waktu pribadinya direnggut untuk kepentingan publik KM STAN. Orang-orang yang merelakan atau mengurangi waktu tidurnya, waktu bersenang-senang, bahkan waktu berkumpul dengan keluarga. Orang-orang yang meletakkan kepentingan pribadinya berada di tempat paling bawah dan kepentingan publik di atas segala-galanya. Bukankah mereka adalah orang-orang yang luar biasa?

Berikut adalah beberapa karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Namun tidak ada manusia yang sempurna. Tidak semua karakter dimiliki oleh seorang pemimpin. Butuh waktu dan proses untuk membentuknya dan saya rasa Pemira adalah salah satu sarananya. Karakter yang harus dimiliki : Pertama, Seorang pemimpin harus memiliki Kesadaran diri sendiri (self awareness) jujur terhadap diri sendiri dan terhadap oranglain, mengenali kekuatan diri, kelemahan dan usaha untuk memperbaiki kelemahan tersebut. Kedua, Dasarnya seseorang pemimpin cenderung memperlakukan orang lain dalam organisasi atas dasar persamaan derajad, tanpa harus menjilat keatas, menyikut lawan dan menindas ke bawah serta berempati terhadap bawahannya secara tulus. Ketiga, Memiliki rasa ingin tahu dan kepekaan yang tinggi, pemikiran yang visioner dan dekat dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga mereka merasa nyaman dalam menyampaikan gagasan-gagasan dan aspirasi mereka secara jujur, lugas dan penuh rasa hormat kepada pemimpinnya.

Keempat, Bersikap terbuka kepada orang-orang yang dipimpinnya dan mampu menghormati pesaing (lawan politik) atau musuh, dan belajar dari mereka dalam situasi kepemimpinan ataupun kondisi bisnis pada umumnya. Kelima, Memiliki kecerdasan, cermat dan tangguh sehingga mampu bekerja secara professional dalam jabatan yang diamanahkan kepadanya. Sehingga hasil pekerjaanya berguna bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Keenam, Mampu menjaga kehormatan diri dan memiliki rasa kedisiplinan yang tinggi, sehingga mempunyai rasa tanggungjawab pribadi atas perilaku pribadinya. Ketujuh, Memiliki kemampuan berkomunikasi baik komunikasi dengan orang-orang yang dipimpinnya maupun dengan lawan, memiliki semangat “ team work “, kreatif, percaya diri, inovatif dan mobilitas. Semoga pemipin yang terpilih dalam Pemira nanti memiliki karakter-karakter seperti di atas atau paling tidak melalui Pemira karakter kepemimpinan mereka mulai terbangun.

Akhirnya, saya mengaharapkan partisipasi dan peran aktif seluruh anggota Keluarga Mahasiswa STAN untuk mensukseskan Pemira tahun ini. Bagi yang memiliki jiwa kemimpinan dan memiliki visi untuk membuat perubahan KM STAN untuk menjadi lebih baik dapat mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin baik di BEM, BLM dan HMS. Kita butuh pemimpin-pemimpin yang layak untuk memimpin KM STAN dan memimpin di Kementerian Keuangan untuk ke depannya. Atau paling tidak partisipasi kecil yang bisa kalian berikan adalah dengan memberikan hak suara kalian dalam Pemira nanti. Satu suara sangat menentukan masa depan KM STAN. Sekarang bukan saatnya kita berpikir , Apa yang bisa kita dapatkan dari KM STAN?, tetapi kita harus berpikir, Apa yang bisa kita berikan kepada KM STAN?. KM STAN sudah memberikan banyak hal kepada kita dan melalui momentum Pemira kali ini kita diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada KM STAN. Demi kebaikan dan kemajuan KM STAN.

3. AHMAD DEZA PERDANA

4. ARROZAQ NUGRAHA PUTRA

Membangun Mahasiswa yang Berkarakter Melalui PEMIRA

Dalam konteks politik, mahasiswa menjadi semacam kelompok massa dengan fungsi kontrol karena kepedulian dan kemauannya yang tinggi untuk bertindak atas setiap permasalahan bangsa. Mahasiswa juga sekaligus menjadi komoditas yang empuk untuk diperebutkan dalam kancah persaingan ideologi yang banyak tersebar kali ini. Mulai dari gerakan nasionalis, agamis, bahkan yang mengarah pada makar pun bisa dengan mudah tersebar di kalangan mahasiswa. Mahasiswa yang seringkali disebut sebagai agen perubahan sangat diharapkan benar-benar bisa selalu mengarahkan perubahan yang terjadi pada bangsanya kemudian kelak benar-benar ke arah yang lebih baik. Mahasiswa dalam istilahnya sebagai siswa yang sudah mencapai taraf ‘maha’ juga menunjukkan pentingnya mahasiswa untuk diarahkan dan mengarahkan sebaik mungkin untuk menjaga investasi bangsa dalam bidang keilmuan di masa mendatang. Hampir di semua bidang ketika kematangan bertindak sekaligus kreativitas dan keberanian dibutuhkan, mahasiswa menjadi pioner untuk mengisinya.
Di antara mahasiswa-mahasiswa dari perguruan tinggi lain, mahasiswa STAN sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi kedinasan (PTK) menjadikannya punya daya tertarik sendiri untuk dikaji kepribadian dan karakternya, atau bahkan gaya hidupnya secara mendalam. Sebagaimana kita ketahui bahwa dalam kedudukannya sebagai mahasiswa PTK, mahsiswa STAN tak hanya menempati kedudukan sebagai seorang mahasiswa sebagaimana mahasiswa di perguruan tinggi lain. Mahasiswa juga bertindak sebagai seorang calon abdi negara, yang mau tidak mau akan mengemban amanat rakyat. Dalam kajian politis, menjadi mahasiswa STAN bisa sangat dilematis. Di satu sisi, sebagai mahasiswa sebagaimana mahasiswa di perguruan tinggi lain, mahasiswa STAN menjadi sangat besar potensi gerakannya secara politis. Mahasiswa STAN yang dikenal berintegritas tinggi dengan kualitas kecerdasan yang mumpuni menjadi tumpuan harapan menjaga arah pergerakan bangsa keep on track. Di lain pihak, sebagai seorang calon abdi negara yang natinya bisa mengabdikan diri sepenuhnya kepada rakyat tanpa terganggu hiruk pikuk dunia politik, mahsiswa STAN diharapkan bisa mengembangkan dirinya sebaik mungkin agar nantinya ketika menjalani tugas sebagai abdi negara benar-benar bisa melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik.

Untuk menyikapi kedua hal itu, kepedulian menjadi suatu hal penting untuk kita angkat dalam kajian kali ini. Kepedulian mahasiswa STAN menjadi jalan tengah akan sebuah pencarian alasan kenapa mahasiswa STAN harusnya aktif dengan caranya masing-masing. Bukan menjadi masalah atau persoalan ketika seorang mahasiswa lebih aktif di eksekutif, legislatif, kelompok hobi, atau lembaga keagamaan. Yang terpenting adalah kepedulian mahasiswa itu sendiri terhadap kampus dan lingkungannya terlebih lagi bangsanya secara keseluruhan. Sungguh keterlaluan jika ada mahasiswa yang tak lagi peduli dengan kampus atau lingkungannya. Mahasiswa yang demikian itu bisa kita katakan menyia-siakan statusnya sebagai mahasiswa. Mahasiswa yang diharapkan bisa membawa perubahan mendasar pada lingkungannya justru lebih menunjukkan sifat tak acuh pada lingkungannya sendiri. Terlebih lagi ketika hal itu justru dilakukan oleh seorang mahasiswa STAN yang jelas-jelas mempunyai peran ganda sebagai mahasiswa dan calon abdi negara. Analaoginya, jika sekarang saja ketika mereka masih memiliki semangat ala mahasiswa mereka sudah tidak peduli apalagi ketika mereka nanti menjadi birokrat ketika banyak godaan yang datang, hampir dipastikan akan semakin kecil kemungkinan pengabdian mereka kepada rakyat atau negara itu tulus atau bahkan ada kemungkinan untuk menyelewengkannya. Posisi kemahasiswaan STAN yang genting ini harusnya disadari oleh setiap pihak yang berkepentingan akan peran mahasiswa STAN yang sangat penting dalam menentukan arah perjalanan bangsa.

Banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan kepedulian mahasiswa STAN terhadap lingkungannya. Kegiatan sosial semacam kunjungan ke panti atau membuat sekolah darurat bisa memancing mahasiswa untuk lebih peduli kepada mereka yang kurang mampu secara finansial. Kegiatan olahraga dan seni untuk meningkatkan keprihatinan atas krisis identitas nasional, atau bahkan kegiatan keagamaan sebagai benteng moral atas kemerosotan moral yang kian tajam terjadi di bangsa ini.

Kemudian, tingkat kepedulian mahasiswa sendiri bisa diukur dalam sebuah PEMIRA.
PEMIRA dalam hal ini berperan sebagai sebuah katalisator bagi proses politik yang ada di lingkungan kampus STAN. Melalui pemira, mahasiswa dituntut untuk menunjukkan kepeduliannya secara langsung kepada proses politik yang terjadi di lingkungan kampus. Melalui pemira juga, mahasiswa diberi kesempatan untuk memilih sekaligus menentukan ke arah mana pergerakan mahasiswa STAN kedepannya dibawa. Yang perlu ditegaskan disini adalah PEMIRA sendiri adalah sebuah katalisator yang memacu dan mempercepat sekaligus memfasilitasi mahasiswa untuk menyuarakan aspirasinya.

Mahasiswa sendiri sebenarnya memang punya aspirasi mereka sendiri dan bisa menyuarakannya kapan saja dan dimana saja mereka menghendaki, tetapi dalam hal ini PEMIRA mewadahi aspirasi-aspirasi tersebut untuk disampaikan dalam satu forum. Hal ini menjadi penting karena bisa kita katakan tidak mungkin kita bisa memenuhi aspirasi dan kepentingan dari seluruh pihak. Dengan demikian kita bisa menampung seluruh aspirasi dari seluruh pihak tanpa mengesampingkan kepentingan mereka yang minoritas.

PEMIRA juga bisa menjadi sebuah batu loncatan yang tepat bagi mahasiswa untuk meningkatkan kepedulian mereka terhadap dunia kampus. Ketika difasilitasi untuk menyuarakan aspirasinya mahasiswa bisa mudah menyuarakan apa yang ada di benak mereka. Kesempatan yang luas ini disadari atau tidak juga memancing mereka yang awalnya tidak begitu peduli dengan dunia kampus. Kemudian ketika mereka sudah terlanjur menyuarakan pendapat mereka, itu sendiri bisa menjadi pemicu untuk mengaktualisasikan apa yang mereka suarakan. Dengan demikian, akan lebih banyak lagi mahasiswa yang lebih peduli dengan lingkungan dan kampusnya dan lebih banyak lagi yang bisa diharapkan sebagai tonggak perubahan dan pergerakan bangsa.

Selama PEMIRA, proses politik yang terjadi bisa sangat cepat. Dengan pola pikir mahasiswa yang kritis, kita tentu saja tidak mengharapkan konstituen atau dalam hal ini seluruh mahasiswa menyia-siakan suaranya dengan asal pilih atau bahkan golput. Sangat disayangkan ketika ada mahasiswa yang tidak mempergunakan suaranya dengan sebaik-baiknya. Hal ini akan semakin menunjukkan bahwa mahasiswa STAN adalah mahasiswa yang tidak peduli dengan masa depan kampusnya sendiri.

Dalam kajian ini tidak dipermasalahkan apakah mahasiswa STAN nanti menjadi pendukung calon A atau calon B, berideologi ini atau berasakan itu. Yang terpenting adalah ketika mahasiswa sudah peduli dengan lingkungan kampusnya, akan ada banyak mahasiswa yang siap untuk bertindak untuk mengaktualisasikan kepeduliannya. Terkait cara mereka atau asas yang akan mereka pakai nantinya untuk mengaktualisasikan pendapat mereka, itu sendiri menunjukkan apa yang dimaksud oleh judul kajian ini. Mahaiswa menjadi manusia yang benar-benar berkarakter. Maksudnya adalah karena dengan kepedulian itu, mahasiswa justru ‘tidak peduli’ apakah mereka menjabat posisi strategis atau tidak, berkepentingan secara politis atau tidak. Mahasiswa yang seperti inilah yang kemudian kita sebut sebagai mahasiswa yang berkarakter. Mereka berusaha membawa kampus ke arah yang lebih baik tanpa harus berada dalam posisi tertentu. Keberadaan mahasiswa yang seperti inilah yang kita harapkan muncul setelah PEMIRA nanti karena dimana pun ia ditempatkan akan membawa manfaat kepada kampus. Karena sadar atau tidak, mau tak mau, orang-orang seperti andalah yang akan menentukan masa depan kampus Ali Wardhana, masa depan bangsa Indonesia.

5. MUHAMMAD HAFIZULLAH L

BLM D III KEBENDAHARAAN NEGARA

1. REFITA PUTRIANA

TANTANGAN GLOBALISASI INFORMASI

Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan efek yang signifikan dalam kehidupan bermasyarakat termasuk di dunia pendidikan. Berbagai media dikembangkan untuk terus mendukung keefektifan kegiatan belajar mengajar di berbagai jenjang pendidikan di dunia, Indonesia pada khususmya. Menggeser penggunaan kapur untuk menulis di papan tulis kayu, saat ini interaksi pengajar-siswa dapat dilakukan tanpa bertatap muka, dengan menggunakan jaringan yang dibangun khusus dimana proses belajar mengajar bisa dilakukan on line baik melalui web cam maupun obrolan (chatting). Saat ini juga tengah disempurnakan dan dikembangkan penggunaan E-Learning khususnya untuk pendidikan perguruan tinggi sebagaimana yang telah diterapkan di salah satu universitas terbaik di Indonesia.

Selain sistem khusus yang memang disediakan oleh pihak penyelenggara institusi pendidikan, kebermanfaatan jejaring sosial dan electronic mail juga dinikmati oleh kalangan pelajar itu sendiri. Sebagian mahasiswa, di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara khususnya, menggunakan fasilitas yang tersedia di jejaring sosial untuk membentuk grup-grup kelas, organisasi, hingga kepanitiaan untuk saling bertukar informasi 24 jam tanpa harus mengumpulkan seluruh anggota langsung di suatu tempat. Electronic mail (E-mail) juga bisa menjadi sarana yang efektif untuk menyebarkan data (baca: materi pelajaran) untuk teman-teman satu kelas maupun satu spesialisasi. Keefektifan proses pertukaran informasi melalui dunia maya mendesak masyarakat untuk semakin terbiasa dan mengikuti perkembangan teknologi informasi.

Tidak hanya dalam hal yang berkaitan langsung dengan akademis, pertukaran informasi antar mahasiswa mengenai perkembangan dunia luar dan dalam kampus juga menjadi hal yang menarik untuk diperhatikan. Saat tahun lalu masyarakat heboh dengan kasus Gayus yang merupakan seorang pegawai Dirjen Pajak lulusan STAN, berita-berita miring pun menyerempet status mahasiswa STAN sebagai ‘calon penerus Gayus’. Pertanyaan-pertanyaan dari saudara-saudara dan tetangga di kampung halaman pun bermunculan. Para mahasiswa menumpahkan perasaan kecewa dan komentar mereka mengenai isu tersebut di dunia maya, melalui status-status di Facebook, blog, Twitter, dan berbagai media lainnya. Mahasiswa menuliskan berbagai curahan perasaan pribadi, paparan ilmiah hingga pembelaan atas hinaan yang ditujukan oleh almamater STAN khususnya yang berasal dari pendapat tokoh negara. Didukung oleh perasaan yang sama dan keinginan untuk tidak mengikuti jejak seniornya, ikatan persatuan antar mahasiswa hingga alumni semakin terikat kencang. Sekali lagi, ini adalah peran dunia informasi dan teknologi di dunia institusi pendidikan.

Kegiatan kemahasiswaan pun tak mau kalah bermain peran di dunia maya untuk mempromosikan kegiatan dan profil kegiatan mereka, sebagai sarana komunikasi antar pengurus hingga penjaringan aspirasi dari mahasiswa tentang semua hal yang berkaitan dengan dunia kekampusan. Pembentukan grup-grup organisasi dan kepanitiaan di Facebook semakin melibatkan peran aktif mahasiswa untuk berpartisipasi dengan berbagai kegiatan yang ditawarkan sekaligus wadah berdiskusi tentang berita-berita hangat di kampus.

Demokrasi yang mengiringi perkembangan teknologi mendorong mahasiswa semakin aktif menyuarakan pendapatnya. Namun sayang, luasnya kebebasan hak berpendapat sering kali tidak diikuti dengan kesadaran akan kewajiban-kewajiban yang melekat seiring dengan semakin luasnya pergaulan dan interaksi antar manusia. Mahasiswa merupakan agen perubahan, role model masyarakat tentang sosok intelektual yang berwawasan luas. Panutan masyarakat tentang bagaimana seharusnya bersikap sebagai warga negara karena mahasiswa adalah tahap persiapan memasuki dunia kerja yang memang dimatangkan dari segi akademis untuk menunjang kompetensi, berada di usia dimana fisik mencapai puncak kematangan untuk bergerak dengan pemikiran rasional tanpa kenal lelah, sekaligus pemantapan aspek spiritual untuk menyeimbangkan kecerdasan agar tidak muncul arogansi dan penyalahgunaan kekuasaan.

Namun kebebasan berpendapat yang terbangun seiring dengan terhapusnya batas komunikasi antar mahasiswa, mahasiswa-lembaga penyelenggara pendidikan, mahasiswa-masyarakat, seringkali melenakan mahasiswa untuk berbicara tanpa memperhatikan adab dan norma-norma yang berlaku baik secara pantas di masyarakat maupun yang diatur secara legal oleh negara. Manusia sering kali lupa bahwa dimanapun tempat berpendapat, aturan kesusilaan di masyarakat tetaplah sama. Perkataan di dunia maya maupun dunia nyata akan tetap dimintai pertanggungjawaban baik oleh masyarakat maupun oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Perkataan oknum mahasiswa di dunia maya sering kali meresahkan karena sarat dengan pelontaran isu-isu provokatif yang dimodifikasi agar terhindar dari tuduhan pelanggaran norma-norma yang berlaku, pencemaran nama baik misalnya. Menimbulkan perdebatan dan menjurus pada perpecahan. Mahasiswa dan masyarakat pada umumnya harus mulai berhati-hati dalam menuliskan informasi karena pemerintah telah memberikan batasan mengenai perbuatan yang dilarang yang berkaitan dengan informasi elektronik. Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 27 ayat 3 yang termasuk dalam Bab Perbuatan yang Dilarang menuliskan,

“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”
Termasuk juga perbuatan yang dilarang yang harus diperhatikan oleh semua pihak pada umumnya, tercantum pada pasal 28 ayat 2 yang berbunyi,
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)”

Undang-undang yang ditetapkan sebagai bentuk tanggapan pemerintah terhadap dinamika yang terjadi di masyarakat sebagai bagian dari globalisasi informasi. Globalisasi tersebut diharapkan memberikan kontribusi positif untuk pembanguan dan peningkatan taraf perekonomian Indonesia sekaligus meminimalisasi perpecahan yang mungkin ditimbulkan melalui perbuatan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Peraturan tersebut juga tentunya berlaku untuk mahasiswa sebagai bagian dari warga negara Indonesia. Untuk itu, mahasiswa sebagai agent of change sudah sepantasnya menjadi memimpin tegaknya norma yang berlaku demi kokohnya ikatan bangsa Indonesia dalam menyongsong globalisasi dalam konteks yang lebih luas.

Hingga saat ini, manfaat yang didapat dari berkembangnya jaringan informasi tersebut lebih banyak dibandingkan efek buruk yang sebenarnya bisa dihilangkan. Dengan demikian, kita tidak perlu menutup diri dari perkembangan zaman, namun masyarakat diharapkan lebih bijak dalam menyikapi dan memanfaatkan perkembangan tersebut. Mahasiswa, khususnya di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, harus siap berdiri di garda terdepan dalam memfiltarsi informasi dan mengusung perubahan dengan tetap menjaga adab-adab yang menjadi pegangan masyarakat timur. Mulailah dari sekarang, dari hal terkecil, dan dari diri sendiri untuk menjadi contoh bijak dalam memanfaatkan perkembangan IPTEK, bekali diri dengan pengetahuan yang cukup dan terus meningkatkan iman dan takwa untuk membentengi diri dari pengaruh-pengaruh negatif yang datang dari berbagai penjuru.

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara sudah seharusnya mencetak kader-kader berkompeten dan bermoral untuk mengabdi pada Negara. Kita adalah calon punggawa keuangan negara yang layak dijadikan panutan dalam hal pengetahuan, tingkah laku dan kepribadian. Fleksibel mengikuti perkembangan zaman namun tetap memegang teguh nilai-nilai luhur. Mari kita manfaatkan sarana-sarana pertukaran informasi yang tersedia untuk produktif, meningkatkan kapasitas diri dan menumbuhkan semangat kebaikan kepada sesama.



2. ANUNG BUDI SUTANTIYO

Integrasi IMTAK dan IPTEK di lingkungan Kampus STAN

Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) sebagai salah satu kampus (PTK) Perguruan Tinggi Kedinasan yang menggratiskan biaya pendidikannya dan masih menjanjikan ikatan dinas di Departemen Keuangan, salah satu Departemen pemerintah yang memiliki tunjangan yang tinggi dan remunerasi di antara Departemen pemerintahan lainnya, menjadi daya tarik khusus bagi para lulusan SMA bahkan segelintir mahasiswa yang telah berkuliah di Perguruan Tinggi lain. Setiap tahunnya lebih dari ratusan ribu pendaftar yang memiliki standar nilai rata-rata Ujian Nasional (UN) dan Ujian Akhir Sekolah (UAS) diatas 7,00 mendaftar dan mengikuti tes Ujian Saringan Masuk STAN yang hanya menerima sekitar 3000 mahasiswa. 3000 mahasiswa terbaik dalam Tes Potensi Akademik dan Bahasa Inggris yang berasal hampir dari seluruh pelosok Indonesia. Para siswa yang telah bekerja keras sehingga mereka lolos USM dan mahasiswa meninggalkan universitas ternama membuat orang-orang lain menilai STAN adalah PTK terbaik. Dan hal tersebut membuat nama PTK STAN dikenal luas.

Selain karena faktor di atas, ada satu hal lagi yang membuat STAN terkenal tidak hanya dikalangan para pelajar dan mahasiswa tetapi juga dikalangan masyarakat umum yang bahkan tidak mengetahui tentang dunia pendidikan. Kasus mafia pajak yang dilakukan oleh salah satu alumni STAN yang disinyalir merugikan Negara hingga puluhan miliar. Itu yang baru ketahuan sedangkan dalam penyelidikan yang dilakukan oleh lembaga berwenang masih ada puluhan oknum-oknum yang menggelapkan uang Negara. Dan sebagian dari oknum-oknum tersebut kemungkinan adalah para alumni STAN.

Padahal gaji para PNS di Departemen Keuangan lebih tinggi dibanding dengan kebanyakan Departemen lainnya. Tapi hal tersebut belum membuat mereka merasa cukup sehingga sering melakukan hal-hal seperti penggelapan dana dan praktik suap-menyuap.
Masih terjadinya hal tersebut mungkin dikarenakan sebagian pola pikir mahasiswa STAN yang tidak lagi bersikap seperti mahasiswa pada umumnya. Tidak mau ambil pusing dengan kegiatan-kegiatan diluar kegiatan akademik. Belajar hanya untuk mencari nilai dan dalam beberapa hal menghalalkan beberapa cara untuk mendapat IP yang tinggi. Karena kekhawatiran mereka akan Drop Out (D.O.), dengan standar yang cukup tinggi yaitu IPK rata-rata minimal 2,75 tapi hal tersebut seharusnya tak membuat mereka takut sehingga harus mengorbankan masa mereka sebagai mahasiswa, karena mereka adalah lulusan terbaik. Walaupun kita adalah calon PNS yang tidak boleh aktif dalam masalah perpolitikan dan bersikap netral, bukan berarti kita juga tidak aktif dalam dunia perkuliahan. Apalagi dengan pemikiran mahasiswa STAN tentang sudah terjaminnya pekerjaan dan gaji first graduate yang lumayan besar bagi seorang lulusan mahasiswa Diploma, jadi buat apa melakukan hal-hal lain yang merepotkan, sedangkan kita bukan mahasiswa PTN atau PTS lain yang harus mencari pekerjaan ketika mereka lulus sehingga mereka membutuhkan kemampuan lain disamping nilai akademik seperti kemampuan . Dimana ketika pemikiran muda kita telah tertuju pada hal yang bersifat materil dan tidak mencoba mengkritisi sesuatu agar kita yakin dan pasti dengan pilihan kita maka kita lagi pantas menyandang titel sebagai mahasiswa.

Ada dua hal yang dalam kehidupan mahasiswa yang bisa mengubah hal diatas dan sebagai bagian yang tak pernah bisa terlepas dalam usaha mewujudkan mahasiswa yang bersih cerdas, berpikiran kreatif, berwawasan luas dan global, intinya menjadi mahasiswa yang ideal. Dua hal itu adalah (Iman Takwa) IMTAK dan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi).

Mungkin selama ini kebanyakan orang menganggap diri mereka memahami IPTEK hanya dengan menggunakan internet, seperti hanya sekedar browsing, menggunakan email, melihat dan men-download video dan lagu , situs jejaring sosial seperti facebook, twitter dan lain-lain. Tapi pemahaman tersebut terlalu sempit untuk bisa disebut memahami, karena IPTEK mengajarkan kita tentang ilmu dunia, tentang kemajuan dan perkembangan dunia, wawasan dan globalisasi, hal-hal yang terlalu luas untuk dikatakan. Sesuatu hal sangat dibutuhkan oleh semua orang khususnya mahasiswa sebagai pelopor pembaharuan dan kemajuan.

IMTAK menjadikan kita sadar akan hal-hal yang terkadang tak perlu pengawasan dari orang lain agar kita berlaku baik, jujur, ikhlas dan bersyukur. Karena denga n IMTAK kita percaya pada agama dan Tuhan yang inti dari semua ajaran agama yang ada di dunia dalam hal kemanusiaan hampir sama yaitu menyuruh pada kebaikan, saling menyayangi dan berbagi sesama dan tolong menolong.

Apabila dalam pengembangan pendidikan di STAN yang telah memiliki bibit kualitas intelektualitas tinggi yang di buktikan dengan USM STAN, yang diberitakan pula menjadi salah satu tes yang paling bersih dan jauh dari kecurangan serta mendapatkan rekor MURI sebagai tes dengan jumlah terbanyak ini tidak memperhatikan IMTAK dan IPTEK maka hal itu akan menjadi sia-sia belaka. Seperti menanam ditanah yang tandus. Output yang dihasilkan dari STAN takkan lebih baik bahkan sebaik input yang mereka dapat.

Dan kedua hal tersebut tidak bisa dipisahkan, karena bila kita hanya memilih IPTEK, mungkin kita dapat menjadikan STAN maju, penuh dengan orang-orang cerdas tapi mereka akan lupa dengan esensi dari ilmu dan pengetahuan itu sendiri. Seperti orang-orang Barat yang merasa bahwa mereka tidak memerlukan Tuhan karena pengetahuan mereka mengenai ilmu tak diiringi dengan IMTAK. Mereka akan menggunakan ilmu yang mereka hanya untuk kepentingan pribadi seperti para mafia pajak, koruptor, kolusi dan nepotisme merajalela. Oknum mafia pajak tersebut telah membuktikannya bahwa intelekuas semata tak cukup untuk menjadikan kita yang terbaik dan baik.
Atau sebaliknya bila kita hanya memilih IMTAK, maka STAN akan dipenuhi oleh orang baik yang taat beragama dan selalu menolong sesama, tapi mungkin mereka tidak tahu bila mereka dimanfaatkan dalam tolong-menolong tersebut. Karena pada dasarnya ketaatan tanpa adanya ilmu itu sesuatu yang berbahaya. Kita harus memahami agama kita dan salah satu jalannya dengan menggunakan ilmu.

Untuk itu diperlukan integrasi IPTEK dan IMTAK di lingkungan kampus STAN secara nyata dan tindakan tidak hanya dalam wacana pembicaraan, untuk menciptakan pengembangan karakter kepribadian mahasiswa STAN yang seimbang, berwawasan global. Mungkin awalnya akan sulit untuk mensinergikan hal-hal tersebut secara selaras tetapi bila tak dicoba dan dilakukan kita tak akan penah tahu. Lalu bila dilakukan dengan berulang-ulang maka akan menjadi suatu hal yang mudah. Untuk suatu pembaharuan di dalam lingkungan perkuliahan STAN dan di Departemen Keuangan atau instansi lain tempat dimana kita akan di tempatkan. Serta keluarga dan masyarakat sekitar tempat kita tinggal.

Karena dengan landasan itu pula kita jadi akan turut aktif dalam berbagai kegiatan, karena orientasi kita akan berubah. Hidup tak hanya tentang bagaimana mencari uang tapi bagaimana tentang menciptakan kebahagiaan dan ketenangan yang tak selalu dengan uang.

Jadilah mahasiswa STAN yang berintegritas yang mengaplikasikan dan mensinergikan IPTEK dan IMTAK.

3. JULIANDA ROSYADI

Emotional Branding dan Pengelolaan Pengetahuan

Kepekaan adalah hasil olah dan praktek Imtaq, sedangkan Iptek akan memudahkan tersampainya manfaat kepekaan itu kepada kawan kita. Di kampus ini, perlu adanya kepekaan para pemegang kekuasaan yang akan menguatkan kesadaran bahwa mereka sejajar dengan mahasiswa. Hal ini bisa direalisasikan dengan ramahnya sambutan dan simpelnya birokrasi. Selain itu,kepekaan juga diperlukan dalam hubungan antar elemen kampus. Kepekaan di sini akan melahirkan rasa ingin berbagi. Berbagi melalui pengelolaan dan transfer ilmu pengetahuan antar generasi dan antar elemen kampus. Teknologi pun memudahkan pelaksanaannya.

Mengamati keadaan kampus sekarang ini adalah seperti melihat sebuah pemerintahan sejati. Selain itu, juga tergambar bahwa elemen-elemen kampus yang menjadi wadah mahasiswa seperti gedung-gedung tinggi yang memiliki kepentingan masing-masing, tersekat, dan terpisah. Efeknya adalah munculnya jarak antara rakyat (baca : mahasiswa) dengan pemerintahan kampus, ini yang pertama. Efek kedua adalah orang-orang yang ada di sebuah elkam akan menjadi seperti kura-kura dalam tempurung, hanya tahu dunianya saja, tak mengerti apa yang dilakukan kawan-kawannya di elkam yang lain.

Mengutuk kegelapan tentu tak lebih baik daripada menyalakan lilin. Apa yang saya sajikan secara singkat di awal adalah sebuah kelemahan (weakness) yang ada di kampus kita sekarang. Anda pun tentu tidak mau terfokus pada sebuah masalah. Karena saya yakin, Anda tahu bahwa itu hanya satu kuadran di antara empat kuadran SWOT (Strength, Weakness, Oppurtunity, dan Thread). Kita akan coba menaati sebuah aturan, melihat masalah yang ada cukup dua puluh persen. Sisanya, yang delapan puluh persen akan kita fokuskan pada solusi dan hasil. Ini yang kita sebut income frame thinking. Sepakat, bukan? Mari kita lanjutkan.

Pemerintahan sejati, kita tentu tak boleh bangga disebut seperti ini. Karena yang saya maksud adalah pemerintah yang benar-benar memerintah. ‘Saya pemerintah, Anda rakyat’ begitu sederhananya. Akibatnya hubungan antara pemegang kekuasaan dan para mahasiswa menjadi sebuah hubungan vertikal. ‘Ini saya adakan acara, Anda silakan hadir atau berpartisipasi’. Atau jika mahasiswa ingin menyampaikan sesuatu atau meminta izin untuk mengadakan acara, maka akan menghadapi serangkaian birokrasi, atau jika tidak akan menemui hambatan dalam hal waktu. Ya, seperti ini kira-kira. Kita lanjutkan dulu.

Gedung-gedung itu terpisah. Elemen-elemen kampus memiliki ciri khas masing-masing. Hal ini tentu tidak akan kita permasalahkan. Namun, hal yang perlu kita jaga adalah jangan sampai ciri khas itu menjadi sesuatu yang menghalangi kita untuk berkomunikasi. Faktanya sekarang seperti ini, sebuah elemen kampus sangat jarang (bahkan bisa jadi ada yang tidak pernah) berhubungan dengan elemen kampus yang lain. Hampir tidak ada komunikasi. Apalagi sampai mengambil manfaat dari adanya elkam yang lain. Kira-kira, Anda sudah bisa melihat dan memberikan solusi kan jika sudah diurai seperti ini?

Belajar dari perkembangan dunia marketing, kita akan mendapati bahwa label-label atau merk-merk yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan yang berhasil tidak menjadi sekedar merk bagi para konsumennya. Merk-merk itu seakan sudah menjadi satu dengan konsumen. Sehingga, ketika disebutkan suatu merk, maka konsumen akan serta merta aware dan merasa memiliki. Inilah yang disebut branding. Dalam perkembangan terakhir, untuk meningkatkan awareness konsumen terhadap sebuah merk, maka dirumuskanlah teknik marketing yaitu emotional branding.

Pada intinya, emotional branding bertujuan mengikat lebih jauh antara konsumen dengan merk yang digunakan. Dengan cara yang lebih halus, tidak terasa, tapi mengena. Contoh sederhana adalah Apple. Apple sengaja memberikan ciri khas pada produk-produknya, yaitu elegan. Sehingga setiap pengguna produk Apple akan merasa dirinya elegan. Atau hubungannya bisa jadi seperti ini, orang-orang yang merasa elegan dan ingin terlihat elegan akan menggunakan produk Apple.

Kita mengenal Badan Legislatif Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, atau Himpunan Mahasiswa Spesialisasi. Ketiganya merupakan entitas politik yang minimal pimpinannya dipilih oleh para mahasiswa secara langsung. Hal ini sebenarnya mengindikasikan kedekatan mereka dengan mahasiswa. Dengan keadaan seperti ini, ada harapan bahwa ada rasa memiliki mahasiswa atas ketiganya. Dengan adanya kedekatan, diharapkan hubungan antara mahasiswa dan tiga jenis lembaga ini bisa menjadi horizontal, sejajar, dan egaliter. Mahasiswa akan menyampaikan aspirasinya dengan cara yang baik karena merasa dekat. Sedangkan orang-orang di lembaga ini akan menerima dengan cara yang lebih ramah dan simpel.

Sekarang saatnya kita melihat hubungan antar elemen kampus. Seperti yang kita sepakati, bahwa setiap elemen kampus memiliki ciri khas masing-masing. Ini sebenarnya potensi. Ciri khas merupakan sebuah nilai tambah yang bisa dijual kepada elemen kampus yang lain. Bisa juga untuk saling melengkapi. Selain itu ini bisa menjadi modal komunikasi antar elemen kampus untuk saling berbagi dan menambah pengetahuan di bidang selain yang ditekuni elemen kampus tersebut.

Hal riil yang bisa ditawarkan adalah mengenai pengelolaan pengetahuan di setiap elemen kampus. Misalnya elemen kampus A mengadakan acara seminar X, maka sebaiknya ada dokumentasi yang bagus, baik dalam bentuk notulensi isi seminar, handout materi, bahkan kalau perlu ada dokumentasi audio-visual. Hal ini sangat penting, karena bisa jadi ada mahasiswa lain yang tertarik dengan isi seminar tersebut tapi belum berkesempatan mengikutinya. Dengan adanya pengelolaan hasil seminar ini, maka mahasiswa tersebut tidak perlu mengadakan acara yang sama atau susah payah mencari temannya yang ikut untuk menanyakan tentang materi yang didapatkan.

Selain itu, hal tersebut juga bermanfaat untuk internal elemen kampus. Jika pada suatu waktu sudah diadakan sebuah pelatihan untuk anggota elemen kampus, maka dengan adanya pengelolaan hasil pelatihan ini transfer pengetahuan antar generasi di dalam elemen kampus tersebut akan lebih simpel, terarah, dan jelas. Dan pada kepengurusan berikutnya, selama pengetahuan yang dikelola itu masih kompatibel tidak perlu lagi diadakan pelatihan yang sama di tahun berikutnya, cukup dengan melihat kembali dokumentasi yang ada. Jadi, setiap tahun akan ada akumulasi ilmu pengetahuan di elkam tersebut. Bahkan jika transfer seperti ini bisa berjalan di semua elemen kampus dan antar elemen kampus, maka di kampus ini akan terjadi akumulasi dan transfer ilmu pengetahuan yang luar biasa antar generasi.
Bagaimana? Tertarik mengambil kesimpulan? Mungkin kali ini kesempatan saya. Mengenai hubungan antara lembaga pemegang kekuasaan dengan mahasiswa yang vertikal, ada baiknya jika lembaga tersebut memosisikan diri sebagai kawan bagi mahasiswa.

Karena sebenarnya mereka memang sejajar dengan mahasiswa. Bahkan Badan Legislatif Mahasiswa yang dalam susunan dan kedudukan elemen kampus merupakan badan tertinggi, tapi sejatinya tetaplah setara dengan mahasiswa. Cara yang mungkin bisa ditempuh adalah mempermudah berbagai birokrasi, mengoptimalkan pertemuan informal dengan mahasiswa secara individual, dan memberikan branding khusus pada lembaga tersebut sebagai kawan mahasiswa. Ini akan sangat tergantung pada kepribadian orang-orang yang ada di dalam tiga jenis lembaga tersebut. Oleh karena itulah diperlukan orang-orang yang memiliki kepekaan emosional dan spiritual di dalam lembaga - lembaga tersebut. Teknologi pun bisa sangat bermanfaat dalam membangun hubungan dengan mahasiswa. Kita telah menjadi saksi bahwa jejaring sosial merupakan media yang efektif dalam membangun hubungan. Dengan syarat kita bisa mengikuti fleksibilitas media ini dengan tidak membawa kekakuan birokrasi ke dalamnya. Jika tetap membawanya, yakin saja bahwa pemanfaatan media seperti ini tidak akan berdampak banyak.

Kepekaan emosional dan spiritual juga diperlukan oleh mahasiswa yang bergelut di elemen-elemen kampus lain. Karena kepekaan merupakan salah satu pilar komunikasi. Kepekaan melahirkan keinginan untuk berbagi yang pada akhirnya membawa kita untuk melakukan gerak riil, melaksanakan pengelolaan pengetahuan. Pelaksanaannya lebih dipermudah dengan hadirnya berbagai teknologi baru dan jejaring sosial sebagai tempat berbagi.

Akhirnya, inilah harapan yang ada dan akan terus ada sampai bisa diwujudkan. Mahasiswa yang dekat dengan para pilihannya di lembaga-lembaga pemegang kekuasaan. Hubungan antar elemen kampus yang hangat dan membawa manfaat. Ah, indah sekali. Salam hangat untuk Anda.


4. JIMI SAPUTRO

TAK KENAL MAKA TAK PILIH

Salam terhangat bagi seluruh umat muslim. Assalmu’alaikum wr. wb.
Mungkin sering kita mendengar pepatah tak Kenal Maka Tak Sayang, atau istilah Tak Kenal Maka Ta’aruf. Dalam hal pemilihan umum atau di kampus STAN lebih di kenal pemilihan raya (PEMIRA) maka akan muncul istilah baru yakni Tak Kenal Maka Tak Pilih. Apa maksud dari istilah tersebut, mungkin setiap orang akan berbeda-beda penafsiranya. Dalam hal ini saya artikan bahwa pemilihan raya yang dilakukan di kampus STAN tanpa adanya pemahaman siapa calon yang akan dipilih, asalkan dia kenal maka akan dipilihnya.

Sangat ironis memang, dimana sekolah tinggi kedinasan tidak bisa dipungkiri lagi minatnya terhadap organisasi sangat-sangat kecil. Mahasiswa STAN terkesan cuek atau tak pedulikan organisasi yang ada di lingkungan STAN. Hal ini dapat terlihat dari antusias pendaftaran Bakal Calon Presiden Mahasiswa (Presma) dan Wakil Presiden Mahasiswa (Wapresma), Bakal Calon Ketua Himpunan Mahasiswa Spesialisasi (HMS) dan Wakil HMS, serta Badan Calon Anggota Badan Legislatif Mahasiswa (BLM). Hal ini juga terlihat ketika semua Bakal Calon menjadi Calon, seakan tidak ada verifikasi karena memang hanya sejumlah itu yang mendaftar, maka sejumlah itu pula yang lolos.
Yang lebih ironisnya lagi jumlah pendaftar Anggota Legislatif Mahasiswa yang kuotanya sebanyak 30 anggota pendaftarnya hanya sekitar 24 mahasiswa dan itupun masih harus dikurangi tiga mahasiswa yang harus bersaing di speisalisasi kebendaharaan negara. Pada hakekatnya seorang anggota BLM mewakili 200 mahasiswa, dengan kosongnya sembilan anggota BLM berarti ada sekitar 1800 suara mahasiswa yang tidak terwakili. Sebendarnya alasan apa yang membuat BLM jarang peminatnya. Ataukah mungkin karena kerja BLM tidak terlihat dan tidak eksis karena bekerja di belakang layar yang membuat organisasi ini jarang peminatnya. Jawaban dikembalikan kepada individu masing-masing.

Di pemira 2011 ada hal yang menggelitik, yang mungkin hampir di setiap tahun di pemira STAN terjadi. Ada bakal calon yang masih tetap di loloskan meski dukungan dari kelas kurang. Padahal sudah jelas ditetapkan bahwa di peraturan bakal calon harus melampaui dukungan minimal dari kelas. Mungkin hal ini bertujuan untuk menghindari adanya calon tunggal. Selain itu masih adanya pencalonan tunggal, yang otomatis langsung jadi tanpa harus ada pemilihan. Serta kurangnya kuota dari anggota BLM.

Kembali ke masalah pemilihan, kebanyakan mahasiswa STAN akan memilih siapa yang telah ia kenalnya meskipun kenal hanya sepintas kenal muka dan nama, dengan kata lain belum mengenal secara mendalam siapa calon yang ia akan piliih. Seorang pemilih seharusnya mengetahui apa visi dan misi yang diusung oleh masing-masing calon. Serta rencana kerja yang dijanjikan setelah terpilih nantinya.
Oleh karena itu jangan memilih karena teman kelas, teman spes, teman kosan atau karena kegantengan atau kecantikannya. Pilihlah setelah mempertimbangkan visi misi dan raker calon.

Setelah memilih jangan lupa untuk mengawasi calon terpilih atas segala kinerjanya. Apakah sudah sesuai dengan visi yang ia emban. Dan misi-misinya apakah telah dijalankan atau belum. Serta rencana kerja yang dijanjikan sudah terlaksana atau belum. Jika sudah maka dukunglah kelancaran kinerjanya. Akan tetapi, jika belum maka jangan semata-mata menyalahkan akan tetapi bantu untuk atasi masalah yang menghadang. Karena bagaimanapun juga kita telah memilihnya, dan harus ikut bertanggung jawab atas apa yang telah kita pilih.

Hal ini mungkin yang marak di masyarakat kita dan telah masuk ke kampus STAN. Yakni saling beradu popularitas masing-masing calon. Seperti halnya pemilihan umum saat pemilihan presiden semuanya saling berlomba tuk paling terkenal dan paling pupuler di masyarakat. Sama halnya di kampus STAN saling berlomba tuk bikin baner atau baliho sebesar-besarnya. Tapi apakah disadari, dari mana uang untuk bikin baliho tersebut. Uang Mahasiswa!!! Terus apa manfaatnya bagi mahasiswa, uang mereka habis tanpa mereka rasakan manfaatnya. Dan setelah itu apakah mahasiswa tahu visi misi dan raker para calon. Bisa di jawab sendiri-sendiri.

Kelemahan dari sistem saling adu populer adalah ketika calon terpilih tidak menjalankan visi misi dan raker maka si pemilih akan lebih cenderung menyalahkan calon terpilih. Apakah tidak lucu ketika kita telah memilih akan tetapi kita juga yang menjelek-jelekkan calon terpilih. Itu sama halnya menunjuk pada cermin, yakni menyalahkan diri kita sendiri. Karena calon terpilih merupakan pilihan kita, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk mensuport dan membantu ketika calon pilihan kita melenceng dari yang kita harapkan.

Ketika pilihan yang kita pilih tidak jadi pemenang maka apa yang harus kita lakukan. Memang perlu kebesaran hati untuk menerima kekalahan. Hal ini pula yang harus kita lakukan ketika calon yang telah kita pilih ternyata kalah. Kita harus mengikuti suara terbanyak yang sesuai dengan asas musyawarah secara voting. Yakni suara minoritas harus mengikuti segala sesuatu yang telah diatur oleh suara mayoritas dengan penuh tanggung jawab.

Selain hal tersebut, hal yang bisa kita lakukan adalah kita berlaku sebagai kelompok oposisi. Dalam hal ini oposisi berarti membuat organisasi saingan tuk melawan organisasi pemenang pemiliahan. Akan tetapi, oposisi di sini bertujuan untuk mengawasi serta memberi suport atas segala kebijakan serta kinerja organiasi pemenang pemilihan. Jangan sampai seperti Negara kita yang semua partai politik berkoalisi sehingga terjadi sebuah rezim. Karena oposisi sangat dibutuhkan untuk menyeimbangkan keberlangsungan sebuah organisasi.

Sudah diprediksi suara terbanyak di pemilihan raya STAN pasti akan jatuh pada golongan putih, sebab telah kita sadari minat mahasiswa STAN terhadap pemira sangatlah kecil. Oleh karena itu, kita harus patahkan prediksi tersebut, tahun ini pemira STAN harus zero golput. Sebab arti seorang golput adalah bahwa mahasiswa tersebut dalam keadaan bingung memilih atau bahkan tidak tahu siapa yang akan dipilih. Untuk antisipasi hal tersebut maka sudah seharusnya informasi tentang semua calon tersebar luas.

Sekolah Tinggi Kedinasan buat apa berorganisasi, nantinya juga langsung kerja. Itulah pikiran orang-orang apatis. Apakah tak terpikirkan ketika bekerja kita akan berorganisasi serta ketika kita bermasyarakat di lingkungan sosial juga berorganisasi. Hal-hal seperti ini yang sebenarnya sangat-sangat penting akan tetapi banyak di sepelekan oleh mahasiswa PTK.

Mereka juga sering beranggapan bahwa organisasi tempat buat orang jadi populer dan terkenal seantero kampus. Mungkin tidak terpikir oleh mereka bahwa sebenarnya inti dari berorganisasi adalah ketulusan hati untuk mengabdi tanpa harus berharap imbalan. Dan itu pula yang harus kita terapkan ketika kita telah masuk ke kementrian keuangan. Siap tuk mengabdi pada bumi pertiwi.

Oleh karena itu saya menghimbau kepada setiap mahasiswa STAN. Cobalah berpikir secara luas, bahwa berorganisasi itu penting. Bukan hanya untuk kejar popularitas semata. Melainkan untuk belajar mengabdi setulus hati tanpa embel-embel imbalan. Sebab uang tak di bawa mati, amal ibadah yang ikhlaslah yang kekal abadi.
Negara Dana Rakca
Penjaga Keuangan Negara
Karena Pengabdian adalah Muara Juang Kami
Wassalamu’alikum wr. wb.

5. NESTY WAHYU INDRIYAWATI

MEMBANGUN MAHASISWA YANG BERKARAKTER MELALUI PEMIRA

Indonesia, negara yang kita cintai ini. Yang kaya dan terkenal akan keanekaragaman serta keramahan penduduknya akan memerlukan sumberdaya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter mahasiswa sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.

Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat.

Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Hal itu sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).

Mahasiswa dianggap sebagai ‘agent of change’, pelaksana perubahan dan pembaharuan setiap sisi kehidupan dan setelah menyelesaikan tahapan pendidikan menjadi sosok yang luar biasa dalam membawa kehidupannya mengiring perubahan kondusif dunia.
Proses pengkayaan diri yang dialami setiap mahasiswa dalam menjalani kehidupan di ‘Menara Gading’, kadang tanpa terasa membawa para mahasiswa dalam banyak fenomena. Pewarnaan mahasiswa dengan seluruh kegiatan kuliah – kegiatan intra dan extra kampus memberi corak yang sangat berwarna dan beragam, dan tanpa disadari pengkayaan ini akan membawa mahasiswa menjadi sosok dengan jati diri yang beragam.
Pola pengkayaan mahasiswa di kampus sebenarnya menjadi tanggungjawab civitas akademika. Tetapi terkadang sistem yang berlaku di kampus ‘hanya’ mengurusi mahasiswa pada dataran keilmuan semata. Kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan di luar perkuliahan seakan terkesampingkan, seakan hanya menjadi pewarnaan yang tidak penting, tidak perlu, tidak boleh ada, ironis sekali dengan pelaksanaan konsep sebenarnya yang seharusnya ada di kampus.

Pelaksanaan dalam pola pengasuhan mahasiswa dikampus saat ini hanya bertumpu pada kegiatan perkuliahan semata. Mahasiswa hanya dicekoki dengan kegiatan perkuliahan, absensi, praktikum, laporan, lalu ujian, akhirnya kerja praktek, KKN, seminar, penelitian, pendadaran. THAT’S ALL !!

Targetnya, lulus dengan IPK tinggi. Hanya itu??? Ya, ternyata hanya itu saja. Ukuran ini yang hanya dijadikan parameter kualitas sebuah kampus. Sungguh sangat miris sekali. Padahal kampus juga harus bertanggungjawab dalam membangun sebuah nilai yang diperlukan mahasiswa dalam masuk ke dunia kehidupan nyata, KARAKTER.
Pembangunan karakter, nilai inilah yang sebenarnya harus diterapkan kepada mahasiswa Indonesia. Karena dengan menjadi manusia berkarakter maka ia dapat menciptakan suatu suasana yang kondusif. Nilai-nilai yang mumpuni serta menjadi sosok panutan lingkungan dan mampu menciptakan suasana dan atmosfer kehidupan yang menyenangkan.

Salah satu yang dapat dijadikan sebagai sarana pembangunan karakter selain nilai-nilai ilmiah adalah kegiatan intra dan extra kampus. Hal inilah yang terkadang terkesampingkan, dianggap bahwa mahasiswa yang mengikuti kegiatan kampus dianggap macam-macam, neko-neko, tidak memikirkan nilai perkuliahan, tidak memikirkan nilai keilmiahan, menganggap bahwa hidup di kampus hanya untuk kuliah.

Mahasiswa yang ikut dalam kegiatan intra atau extra kampus terkadang terjebak pada suatu atmosfer yang mereka anggap membawa mereka dalam suasana kebebasan yang benar-benar bebas. Sebagian mahasiswa tersebut memanfaatkan bahwa keaktifan mereka dalam organisasi intra dan ekstra kampus boleh bersikap bebas – urakan – tidak terkontrol – merasa sebagai ‘penguasa’, kebablasan tanpa arah.
Kadang terjadi pertentangan yang sangat nyata antara pihak pengelola akademik dengan pembimbing aktfitas kemahasiswaaan.

Bila kita mampu berfikir jernih, adanya kolaborasi yang seimbang antara aktifitas kuliah dengan aktifitas kegiatan kemahasiswaan akan menghasilkan dan memberi muatan yang sangat positif bagi mahasiswa dan akan mampu memberi karakter yang seharusnya menjadi ciri khas seorang sarjana yang sujana.

Pihak Akademik seakan tidak perduli dengan aktifitas mahasiswa. Demikian pula kegiatan mahasiswa yang kadang tidak mengindahkan dunia perkualiahan yang semestinya menjadi dasar kehidupan mahasiswa.

Jebakan-jebakan yang ‘menaifkan’ mahasiswa tidak disikapi dengan bijak, alhasil, mahasiswa DO. Frustasi akan kehidupan mahasiswa menjadi pemandangan yang semakin wajar dan dianggap tidak penting, ironis.

Sudah saatnya dilakukan sebuah penyeimbangan kehidupan mahasiswa antara dunia perkuliahan dan pengkayaan diri mahasiswa melalui kegiatan intra dan extra kampus untuk memantapkan mahasiswa dalam menghadapi dunia nyata kelak. Pembentukan karakter bukan hanya milik dan tugas mahasiswa semata dan ia harus mencari sendiri, tetapi juga menjadi suatu tantangan bagi civitas akademika.

Pencarian jati diri mahasiswa, akan menghasilkan penemuan jati diri, lanjutannya adalah mempertahankan jati diri untuk terus dikembangkan dan dikembangkan menjadi sebuah karakter kuat yang akan memberi sosok terbaik.

PEMIRA, Pemilihan Raya merupakan ajang pesta demokrasinya seluruh keluarga mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Melalui PEMRA ini diharapkan semua anggota dari KM STAN menggunakan hak pilihnya dalam rangka penentuan para calon peimpin dan calon perwakilan yang ke depannya diharapkan dapat sebagai penyalur, penampung, dan pemsarana dari aspirasi para mahasiswa. Dari PEMIRA sendiri, diharapkan bahwa mereka yanng menvalonkan diri adalah para mahasswa yang memang benar-benar pro terhadap mahasiswa, bukan malah orang-orang yang hanya rakus akan kekuasaan tanpa melihat dan menyadari bahwa di pundak mereka inilah suara rakyat berada. Dalam hal ini adalah suara yang berasal dari Keluarga Mahasiswa sekolah Tinggi Akuntansi Negara.

Para calon pun adalah mereka yang benar-benar berkomitmen dalam rangka pencapaian kondisi kampus, mahasiswa yang lebih baik. Mereka yang benar-benar memiliki karakter dan jiwa-jiwa seorang pemimpin, berintegritas, dan berdedikasi tinggi adalah yang mampu bertahan dalam peperanngan ini. Diharapkan, para calon tersebut bersaing secara sehat, jujur, dan sesuai aturan yang telah ditetapkan oleh pantia PEMIRA.

PEMIRA, di samping sebagai ajang pesta demokrasinya anak-anak STAN, tetapi ada sisi lain di dalamnya. Yaitu sebagai sarana dalam pembentukan karakter para mahasiswa. Baik mereka yang diberi amanat sebagai panitia pemira, sebagai calon wakil rakyat, maupun sebagai pemilik suara, para mahasiswa, rakyat jelata.

Karakter seperti apa yang seharusnya bakal dicapai melalui PEMIRA ini?? Adalah karakter, jiwa-jiwa sebagai seorang pemimpin. Dalam hal ini dimulai dari pemimpin dirinya sendiri. Setelah dirasa dirinya telah bisa memimpin dan mengendalian dirinya, maka selanjutnya adalah karakter pemimpin untuk lingkungannya. Pemimpin yang dapat memimpin dirinya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Bukan hanya karakter sebagai seorang pemimpin, akan tetapi karakter-karakter lain, seperti berani mengemukakan pendapat di muka umum, memiliki cara pikir yang dalam dan sistematis dan yang paling penting, semangat NASIONALISME, DEMOKRASI, dan PATRIOTISME di kalangan mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara itu sendiri.


6. APRILIANI INDRI HAPSARI

BANGUN KARAKTER LEWAT PEMIRA

Satu akronim, Pemira (Pemilihan Raya) adalah salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu di lingkungan kampus kita tercinta, Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN). mengapa demikian? Ya, seperti yang sebagian besar dari kita tahu bahwa acara besar ini melibatkan hampir seluruh warga STAN, khususnya para mahasiswa dan mahasiswi.

PEMIRA merupakan ajang unjuk gigi baik untuk kalangan yang sangat aktif, aktif, apatis, maupun apatis kronis. Hampir semuanya terlibat meskipun nantinya hanya sebagai pemilih. Musim PEMIRA adalah saatnya kita memilih atau dipilih sebagai calon-calon anggota BLM, pasangan calon ketua dan wakil ketua HMS masing-masing spesialisasi serta pasangan calon presma dan wapresma. Acara ini mau tidak mau sering menjadi sorotan publik dan sedikit lebih menyedot perhatian media kampus. Coba saja intip di group fb PEMIRA. Di sana kita bisa sekedar membaca, menilai atau turut memberikan komentar tentang jalannya PEMIRA mulai dari awal pendaftaran sampai sanksi-sanksi yang dikenakan bagi yang melanggar. Dari komentar-komentar itulah kita dapat melihat bahwa ternyata masih banyak yang peduli dengan acara semacam ini, ada yang mendukung, memberi saran dan masukan baik yan gpenting maupun tidak penting, bahkan menghujani kritikan-kritikan pedas. Akan tetapi, itulah yang dicari. Membangkitkan semangat dan dinamika kehidupan kampus yang identik dengan mahasiswa idealisnya.

Melalui PEMIRA ini kita juga diajak untuk membangun karakter yang tegas, lugas, cerdas dan bertanggung jawab. Misalnya saja PEMIRA mewajibkan tiap calon maupun pasangan calon untuk melakukan kampanye ke kelas-kelas, kampanye terbuka dan debat publik. Nah, inilah salah sartu yang menarik dari PEMIRA, debat publik. Melalui debat publik antar pasangan calon ketua dan wakil ketua HMS, para mahasiswa yang nantinya akan memilih sudah memiliki setidaknya sedikit gambaran tentang pasangan calon yang akan dipilihnya. Kita bisa memberi penilaian dari cara mereka berdebat, cara mereka menyampaikan pikiran, cara mereka saling mematahkan pendapat dengan bijak dan cara mereka menghadapi sesuatu yang bertentangan dengan prinsip masing-masing. Pada finalnya nantilah puncak dari segala debat publik dan yang biasanya dianggap paling seru yaitu debat para pasangan calon presma dan wapresma.

Inilah saatnya kita diajak untuk bebas beraspirasi, bebas memilih. Lewat PEMIRA jugalah asas demokrasi bangsa kita tercermin di kalangan mahasiswa. Bisa saja acara Pemilihan Raya ini disebut sebagai kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan untuk turut berpartisipasi untuk kampus STAN tercinta. Setidaknya memilih dengan pertimbangan yang matang demi kelangsungan napas kehidupan di kampus ini. bukan hanya sekedar bisa menyalahkan atasan atau sistem saja. Bukan hanya sekedar bisa mengkritik melulu, tapi PEMIRA lebih dari itu semua. Apa yang diharapkan dari PEMIRA ini adalah membangun mahasiswa yang berkarakter, entah yang bagaimana, apakah bijak, cerdas, atau yang cerdas dan bijak.

ANTARA IMTAK DAN IPTEK

Idealnya di setiap lembaga pendidikan mencantumkan iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi) pada daftar agenda misi untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Di zaman yang serba modern ini rasanya akan sungguh jauh tertinggal jika tidak mengikuti kemajuan teknologi yang membuat pekerjaan menjadi terasa serba cepat dan mudah. Bahkan informasi dari tempat yang bermil-mil jauhnya dapat diakses dalam hitungan sepersekian detik. Jarak sudah bukan lagi merupakan kendala berarti untuk menggali informasi berkat kemajuan teknologi yang kian hebat nan membanggakan. Informasi yang ingin kita ketahui dari belahan dunia manapun dapat kita akses cukup dengan satu “klik” saja.

Alangkah hebatnya para penemu kita yang telah berjasa dalam bidang teknologi dan informasi pada khususnya. Tetapi apakah cukup begini saja? Cukup dengan semakin canggih dan murahnya cara mengakses informasi dari seluruh dunia? Jika begitu, para orangtualah yang pertama kali kocar-kacir kebingungan mengawasi putra-putrinya yang baru saja akan dewasa. Bagaimana tidak, lihat saja maraknya berita penculikan, orang hilang setelah memenuhi ajakan teman fb untuk bertemu dan anak-anak di bawah umur yang dewasa sebelum saatnya lantaran video porno yang dapat bebas diakses dengan mudah. Miris sekali melihat kenyataan bahwa ternyata kemajuan teknologi juga berdampak negatif bagi siapa pun tanpa pandang bulu jika tidak berhati-hati. Itulah mengapa dalam setiap kemajuan iptek harus dibarengi pula dengan kemurnian imtak yang harus tak kalah hebatnya bertambah.

Tidak bisa dipungkiri pula bahwa imtak (iman dan takwa) adalah sarana terpenting untuk membentengi diri dari kekejaman iptek yang semakin canggih merajalela. Imtak secara otomatis akan menyaring hal-hal buruk dan tidak perlu yang didapatkan dari hasil kemajuan iptek. Seperti halnya yang terjadi di lingkungan kampus STAN.
Pengadaan sistem hotspot di lingkungan kampus bisa jadi membuat para mahasiswa semakin rajin mengakses informasi melalui internet. Alasannya cukup mudah dicari. Ya, lantaran gratis atau lebih murah daripada membeli koran atau memakai modem pribadi. Namun, kampus kita tidak berhenti di sini saja dalam usaha memajukan pendidikan. Fasilitas untuk memenuhi kebutuhan akan iptek juga dibarengi dengan pemenuhan kebutuhan ruhani agar hati senantiasa terbentengi dari hal-hal yang menjerumuskan dalam lubang kejahatan. Salah satunya adalah mentoring. Program inilah yang sejak awal kita mengikuti DINAMIKA (ospek di STAN) selalu digaungkan, tidak terkecuali oleh direktur STAN. Memang integrasi antara imtak dan iptek di lingkungan kampus kita ini sudah cukup baik.

Akan tetapi, nampaknya masih saja ada yang menganggap bahwa kegiatan keagamaan di luar kampus (di luar bidang akademis) itu tidak terlalu penting. Padahal ini adalah langkah awal dalam meng-cover hati kita agar senantiasa lurus, tidak melirik kanan-kiri, dalam arti hal-hal yang tidak sepantasnya kita korek informasinya. STAN telah memfasilitasi para mahasiswanya dengan segala yang diperlukan demi kemudahan kita dalam belajar lengkap dengan pembatasnya agar kita senantiasa berada di jalur yang seharusnya sehingga apa yang kita cari dan kita dapat itu benar-benar bermanfaat bagi diri pribadi dan orang lain.

Iptek yang dibarengi dengan imtak akan dapat menghasilkan sesuatu yang bermutu dan bermanfaat. Iptek di lingkungan STAN dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien dengan imtak yang selalu mengiringi perjalanannya.

STUDENT’S LIVING VALUES

Talking about student’s living values, we are like flown to some times behind. When we memorized our promises as a student of college, when we learned to heart about the theme song of DINAMIKA or Mars STAN or even Totalitas Perjuangan. We as a student are doing the right things according to our each mind. The different background should not be the obstacle for us to grow together.
Students must be able to make the differences become such a power to do the best for their country through the college. Students must walk together to do it and to defend the country. With our all idealism, we as the next generation have to struggle to reach achievement. Even though we are above the earth but our dream are highly above the sky.

The truly student is a student who will not play truant or brake their own promises. The truly good quality student is a student when he/she makes a deal, he/she really makes a deal. They know that it will not be easy to fight outside the box (home), but they will not stop until the end of their breath.

I still remember when Mr. Bachtiar Arif gave a speech. He said that in the student’s life style, integrity is very important. So it should be applied in the college to give something beneficial to our country and our nation. Generally, integrity can be said as ous faith, our moto, our vision. And it can be said as our living values.

A person who breaks his integrity, the same thing as he betrayals himself. Then the same thing as he betrayals his own living values.

BLM D III PBB / PENILAI

1. KHOIRUL UMAM

Berkolaborasi dengan IPTEK, IMTAQ pun perlu dibumikan di Kampus Ali Wardhana

Kita memilih untuk menjadi orang yang berilmu tetapi tidak beriman, atau orang yang beriman tanpa ilmu, atau orang yang beriman sekaligus berilmu, atau bukan keduanya?
Imtaq merupakan singkatan dari iman dan taqwa, sedangkan iptek adalah singkatan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Saya rasa padanan kata ini tidak asing lagi bagi kita. Iman dan taqwa bersumber dari hati sebagai bentuk hubungan positif manusia dengan Tuhannya. ’Imtaq pada diri seseorang menunjuk kepada integritas seseorang kepada Tuhannya, masyarakatnya dan bangsanya. Ini merupakan syarat minimum yang harus dimiliki seorang muslim. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi bersumber dari pikiran manusia dalam memahami dan mengelola ilmu Tuhan.
Kampus Ali Wardhana sebagai Perguruan Tinggi Kedinasan dihuni mahasiswa dari berbagai latar belakang yang berbeda. Perbedaan ini nampaknya menimbulkan kadar IPTEK dan IMTAQ yang berbeda pula di kalangan mahasiswa.
Jika ditelusuri kampus ini lebih banyak dihuni mahasiswa yang ber-IPTEK mumpuni. Namun bertolak belakang dengan mahasiswa yang ber-IMTAQ. Tentunya hal ini tidaklah mutlak. Saya tidak melakukan penelitian yang mendalam tetapi saya mempunyai beberapa analisis yang bisa dijadikan acuan.

Pertama, berdasarkan Ujian Saringan Masuk terdapat banyak bahkan hampir semua berisi materi tentang IPTEK. Saya tidak melihat adanya Tes nilai-nilai agama atau semisalnya. Akhirnya banyak mahasiswa yang secara intelektual terpilih yang terbaik sedangkan secara rohani tidak demikian. Sekali lagi ini tidak mutlak.
Kedua, hampir semua materi berorientasi IPTEK sedangkan sangat sedikt yang berorientasi pada IMTAQ. Mengingat tujuan pendidikan adalah mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi punggawa keuangan di kementerian keuangan saya kira ini wajar. Namun posisi IMTAQ yang diwakili mata kuliah agama yang hanya 3 SKS saya rasa sungguh riskan. Hal ini diperparah lagi dengan sedikitnya pengajar yang memasukkan nilai-nilai agama di setiap mata kuliah.
Akhirnya sistem ini menyuburkan pikiran dan bisa menghampakan hati.
Sedangkan dalam periode berikutnya tidak bisa dipungkiri lagi bahwa mahasiswa akan mengabdi dalam pemerintahan terutama Kementerian Keuangan. Apakah 2 (dua) hal ini cukup demikian?

Kalau dipikir, bisa jadi juga ini yang membuat beberapa alumni melakukan tindak pidana yang merugikan negara.
Mantan Presiden RI, Bapak B. J. Habibie pernah berkata, “Sumber daya manusia yang mempunyai iman dan taqwa harus serentak menguasai, mendalami, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek),"
Kemudian beliau melanjutkan, "Seseorang tidak cukup beragama atau berbudaya saja, karena hanya akan menjadi orang yang baik. Sebaliknya, tidak cukup pula seseorang mendalami ilmu pengetahuan saja, karena hanya akan menjadikannya sosok yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan," katanya.

Beliau juga mengatakan, ”selain berperilaku baik, sumber daya manusia unggul harus juga bisa menguasai ilmu, sehingga meningkatkan kualitas hidup di sekitarnya. Jika tidak memiliki keterampilan atau uang, maka tidak bisa memberi nilai tambah dan tidak bisa melakukan apa-apa.”
Saya yakin Bapak Habibie adalah tokoh yang bisa dipegang kata-katanya. Beliau mengisyaratkan kepada kita untuk tidak pincang dalam IPTEK dan IMTAQ. Jika saya analogikan dengan track record beliau mungkin istilah yang tepat adalah berhati Mekkah dan berotak Jerman.
Ingat bahwa kita adalah mahasiswa. Rangkaian kata yang selalu mengiringi kata mahasiswa adalah “the agent of change”. Kita adalah agen perubahan yang kelak akan memegang pucuk kepemimpinan negeri ini.
Sebuah peradaban besar, dimulai dari cara berfikir para pemudanya. Jika para sudah lemah dari sejak awal berfikir, maka membangun sebuah peradaban adalah hal yang utopis. Namun jika para pemuda memiliki pemikiran yang cemerlang dan mendalam, tingkat optimisme yang tinggi akan sebuah kesuksesan, diiringi dengan keimanan yang mantap dalam dirinya, maka membangun sebuah peradaban adalah suatu keniscayaan. Membangun peradaban sebuah hal yang realistis dan pasti jika diperjuangkan terus menerus tanpa rasa lelah.

Membangun peradaban, dimulai dari dunia pendidikan. Kampus adalah institusi pendidikan yang mampu mendidik para untuk menjadi sang pioneer peradaban. Dalam dunia kampus, pendidikan tidak hanya diajarkan melalui pendidikan yang dikurikulumkan saja. Namun ada pendidikan di luar itu yang kelak mampu mendidik seorang mahasiswa untuk memiliki nilai lebih. Pendidikan itu akan mampu membentuk karakter pemuda untuk menjadi seorang pejuang suatu ideologi. Pemuda berideologi yang ber-IMTAQ dan IPTEK.

Berbeda dengan pemuda yang biasa-biasa saja, dalam berfikir mereka akan menjadikan kepentingan pribadinya sebagai landasan untuk bertindak. Semua aktivitas yang mereka lakukan akan dipimpin oleh landasan berfikirnya, yaitu kepentingan pribadi. Semua yang dilakukan adalah upaya untuk mencapai keberhasilan dari kepentingan mereka. Mendapatkan sesuatu yang mereka impikan tanpa pernah merasa bahwa yang mereka lakukan tidak benar. Dengan kata lain mereka memisahkan permasalahan agama dalam kehidupannya. Berkeyakinan bahwa agama hanyalah mengurusi masalah ritual saja. Tidak pernah agama mengatur ursan mereka dalam berkeluarga, berwirausaha, berpolitik dan bergaul dengan masyarakat, sehingga mereka tidak pernah berfikir bahwa apa yang difikirkan dan diperbuatnya akan dipertanggungjawabkan olehnya dihadapan Allah. Hal inilah yang terjadi saat ini ketika mereka menebang hutan sembarangan tanpa memikirkan dampak kerusakan ekosistem. Mereka tidak segan-segan merusak alam untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Mereka melupakan tuntunan agama dalam menjaga kelestarian alam dan keseimbangan ekosistem. Mereka sungguh tidak bisa diharapkan untuk memimpin umat dan membangun peradaban dunia.

Pemuda yang mampu merubah peradaban adalah pemuda yang berakal, bertaqwa dan menguasai Iptek. Pemuda merupakan generasi baru yang akan meneruskan kepemimpinan dunia. Pemuda yang tidak memiliki keimanan, maka seluruh pemikiran dan perbuatannya akan jauh dari agama. Begitu juga dengan pemuda yang beriman, maka seluruh pemikiran dan perbuatannya akan sesuai dengan agama. Pemuda yang beriman dan menguasai Iptek akan berusaha berpijak ajaran agama dalam segala aktifitasnya. Mereka selalu sktif menelurkan ide-ide kreatif untuk kemajuan Iptek dengan dorongan keimanan dan ibadah. Pemuda inilah cikal bakal pemuda yang diharapkan berkontribusi untuk tegaknya agama dan bangsa. Pemuda yang hanya menguasai Iptek namun tidak beriman, maka keahliannya sangat sulit diharapkan untuk turut berkontribusi membangun peradaban. Bisa jadi sebaiknya, dengan keahliannya ia malah menghambat peradaban.

Di Indonesia, gagasan tentang perlunya integrasi imtak dan iptek ini sudah lama digulirkan. Hal ini, selain karena adanya problem dikotomi antara apa yang dinamakan ilmu-ilmu umum (sains) dan ilmu-ilmu agama (Islam), juga disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa pengembangan iptek dalam sistem pendidikan kita tampaknya berjalan sendiri, tanpa dukungan asas iman dan takwa yang kuat, sehingga pengembangan dan kemajuan iptek tidak memiliki nilai tambah dan tidak memberikan manfaat yang cukup berarti bagi kemajuan dan kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti yang seluas-luasnya.

Menurut Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Abdul Aziz, M.Si, Secara lebih spesifik, integrasi imtak dan iptek ini diperlukan karena empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah SWT. Sebaliknya, tanpa asas imtaq, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi batil dan miskin secara maknawi.

Menilik di kampus kita, alangkah baiknya ilmu perkuliahan yang kita dapatkan disinergikan dengan pemahaman dan pemantapan iman takwa. Hal ini dimaksudkan agar kelak kita bisa bekerja dengan pikiran dan hati.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme, telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik, materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai budaya dan agama yang dianut oleh bangsa
kita.

Keadaan seperti demikian sangat sulit ditolak. Oleh sebab itu tugas kita adalah menghiasinya dengan nilai-nilai kerohanian yang bisa membuat kita tenang.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia dan akhirat.

Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak, segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan. Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan, hanya akan menghasilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa selain bayangan palsu.

Penanaman kesadaran pentingnya nilai-nilai agama memberi jaminan kepada kita sebagai mahasiswa akan kebahagiaan dan keselamatan hidup, bukan saja selama di dunia tapi juga kelak di akhirat. Jika hal itu dilakukan, tidak menutup kemungkinan kita akan terhindar dari kemungkinan melakukan perilaku menyimpang, yang justru akan merugikan masa depan serta memperburuk citra kepelajaran.
Saya rasa sedikitnya porsi mata kuliah agama bukanlah kendala utama kita untuk tidak meningkatkan iman dan takwa kita, masih banyak forum-forum, komunitas, dan kegiatan yang di kampus Ali Wardhana ini yang mampu mengarahkan kita ke arah yang tepat itu.

Jadi, untuk masa depan yang lebih baik, untuk instansi pemerintah yang lebih baik di masa depan, silakan kita pilih, mengkolaborasikan IMTAQ dan IPTEK secara proporsional atau pincang saja?
Selengkapnya...